Rabu, 01 Agustus 2012

Ngomongin Hantu (1)

Masalah kebanyakan kita adalah menuntut bukti sebelum percaya.
Sayangnya, kadang-kadang, beberapa hal sulit dibuktikan secara kasatmata.
@noffret


Salah satu pertanyaan yang sering saya dapatkan, “Apakah kamu percaya hantu?” Well, lebih dari sembilan puluh persen orang di dunia ini percaya hantu—kenapa saya tidak? Oh ya, saya percaya hantu. Saya percaya eksistensi makhluk itu. Tapi yang jelas, saya tidak percaya pada hantu-hantu konyol yang biasa muncul di layar bioskop kita.

Sejujurnya, dulu saya tidak percaya hantu sama sekali, bahkan menganggapnya lelucon konyol. Karenanya, saya tidak pernah takut sama sekali masuk ke tempat mana pun, meski orang-orang yang saya kenal memberitahu tempat itu angker atau berhantu. Kenyataannya, selama bertahun-tahun, saya tak pernah berurusan dengan hantu, meski berkali-kali keluar-masuk tempat-tempat yang dipercaya berhantu.

Dulu, di televisi ada acara “hantu-hantuan” seperti uji nyali, dan lain-lain. Kadang saya menontonnya, dan sedetik pun saya tidak percaya! Logikanya sangat mudah untuk menjelaskan mengapa orang-orang tertentu benar-benar “merasa” atau “yakin” telah diganggu makhluk halus, lalu ketakutan, padahal kenyataannya tidak ada apa-apa sama sekali yang mengganggunya.

Coba kita bayangkan ini. Seseorang diminta masuk ke sebuah ruangan kosong, dan sebelumnya diberi sugesti bahwa ruangan itu berhantu. Orang itu harus masuk sendirian. Tidak boleh membawa apa pun. Artinya, selama di dalam ruangan itu, dia tidak bisa melakukan aktivitas apa pun.

Jadi, orang itu pun masuk ke ruangan, lalu bengong sendirian. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain diam saja di sana. Sementara tempat itu sudah diset seseram mungkin. Ketika seseorang diam tidak melakukan apa pun, maka pikirannya akan aktif. Sementara panca indranya menyaksikan ruangan yang seram. Dalam kondisi semacam itu, kira-kira apa yang akan dipikirkannya? Jawabannya jelas, dia akan memikirkan hantu—tepat seperti yang telah disugestikan dan dikondisikan untuknya!

Pikiran manusia bekerja dengan cara yang aneh. Pikiran pertama sering kali menjadi pikiran dominan. Dan ketika sesuatu telah menjadi pikiran dominan, kita akan kesulitan menepiskannya.

Jika saya masuk ke sebuah ruangan kosong, dan sebelumnya telah dikondisikan untuk percaya bahwa ruangan itu berhantu, maka hantu akan menjadi pikiran dominan saya. Selama berada di ruangan itu, saya akan terus berpikir tentang hantu, dan sulit menghapus atau menepiskannya. Semakin lama saya berada di sana, semakin kuat pikiran saya pada hantu. Akhirnya, saya pun tidak tahan sendiri, dan melambaikan tangan... minta dikeluarkan dari tempat seram itu.

Hantu, pikir saya waktu itu, adalah konsep absurd yang kita percayai sendiri, untuk kemudian kita ketakutan sendiri. Bahkan Einstein pun menyatakan, “Imajinasi lebih kuat dibanding intelektual.” Artinya, sesuatu yang kita imajinasikan, yang kita bayangkan, akan mampu mengalahkan logika kita sendiri. Meski secara logika dan akal waras kita mungkin tidak percaya hantu, tetapi kita akan percaya jika imajinasi kita membayangkan keberadaannya.

Karena pemikiran itu pula, saya tertawa kalau mendengar orang telah melihat penampakan, kuntilanak, suster konyol, pocong keramas, genderuwo ngesot, sundel bolong minta pulsa, ataupun bocah-bocah lucu yang lain. Saya tidak bermaksud sok jagoan atau sok ilmiah. Saya hanya berpikir sederhana, “Kenapa kita harus takut pada sesuatu yang eksistensinya kita ragukan?”

Semut mungkin tidak ada apa-apanya dibanding sundel bolong. Tapi saya lebih percaya keberadaan semut dibanding keberadaan sundel bolong. Kenapa? Jawabannya mudah. Semut bisa kita lihat. Sundel bolong, suster ngesot, atau pun bocah-bocah sepermainannya, tidak bisa dilihat. Lebih dari itu, mereka juga sulit dinalar akal sehat. Jadi kenapa saya harus takut pada mereka?

Dalam salah satu edisinya, Journal of Society for Psychical Research menerbitkan sebuah makalah berjudul The Ghost in the Machine. Makalah itu ditulis Vic Tandy, dosen Coventry University. Di dalam makalah itu, Profesor Tandy menggambarkan pengalamannya “dikerjain hantu”, yang ternyata hanya gelombang infrasonik.

Lanjut ke sini.

 
;