Minggu, 10 Maret 2024

Omong-omong Soal Menulis...

Setiap penulis, setidaknya yang sata tahu, memiliki kemampuan menulis dengan berbagai cara atau latar belakang. Terlepas dari bakat, ada penulis yang punya kemampuan menulis dari otodidak, ada yang karena rajin ikut kursus atau workshop menulis, dan lain-lain.

Cara seseorang memiliki kemampuan menulis biasanya akan ikut mempengaruhi jawabannya ketika dia ditanya bagaimana cara untuk bisa menulis, atau ketika dia diminta mengajari orang lain terkait menulis. Ini sesuatu yang mungkin sepele, tapi kita perlu memahami.

Jika Penulis A, misalnya, mendapatkan ilmu/pengetahuan menulis dari mengikuti workshop, kemungkinan itu pula yang akan jadi jawabannya ketika ditanya orang lain tentang cara bisa menulis. Apakah salah? Ya tidak, wong memang itulah yang dialami Penulis A, dan dia jujur.

Jadi, jika kita, misalnya, minta diajari menulis oleh Penulis A, kemungkinan besar Penulis A akan mengatakan, “Sebaiknya kamu rajin ikut kursus atau workshop saja, karena aku dulunya juga begitu. Sebelum bisa menulis seperti sekarang, aku rajin ikut kursus menulis,” dan bla-bla-bla.

Dalam hal ini, saya memiliki kemampuan menulis semata-mata karena otodidak. Saya tidak pernah mengikuti pendidikan formal/nonformal menulis, tidak pernah ikut kursus/workshop menulis, dan semacamnya. Yang saya lakukan hanya membaca buku—maksud saya, banyak buku. 

Dari membaca banyak buku, selama bertahun-tahun sejak kecil, saya seperti mendapat pelajaran tentang menulis yang baik, bagaimana merangkai kata dan kalimat, bagaimana menyusun alinea dan paragraf, sampai akhirnya bisa menulis buku hingga terbit secara komersial.

Karena latar belakang saya otodidak (rajin membaca buku hingga akhirnya punya kemampuan menulis), maka itu pula jawaban saya setiap kali ada yang minta diajari menulis. Saya tidak bisa mengajari. Jadi, saya hanya bisa mengatakan, “Bacalah banyak buku, nanti kamu bisa menulis.”

Sayangnya, jawaban semacam itu ternyata disalahartikan sebagian orang. Dulu, zaman kuliah, sebagian teman saya mengira saya tidak mau berbagi ilmu, hanya karena jawaban saya seperti itu. Padahal, saya menjawab seperti itu karena memang itulah yang saya lakukan, yang saya alami.

Saya tidak mungkin bertingkah sok pintar dengan memberi resep macam-macam kalau saya sendiri tidak melakukannya, kan? Karena saya bisa menulis berdasarkan rajin membaca buku, maka itu pula yang saya katakan. Sayangnya, seperti saya bilang tadi, jawaban itu disalahpahami.

Karenanya, ketika bikin blog di internet, saya sengaja membuat satu kategori khusus, yaitu Tentang Menulis, dan saat ini telah terkumpul puluhan catatan terkait pembelajaran menulis. Semua hal yang saya tahu tentang cara untuk bisa menulis, saya tuliskan di situ.

Sejujurnya, saya bingung kalau ada orang menyatakan ingin bisa menulis, atau ingin jadi penulis, tapi tidak pernah membaca buku. Itu sebenarnya konyol, karena tugas utama seorang penulis sebenarnya bukan menulis... tapi membaca! Semua penulis pasti seorang pembaca.

Sebagai penulis, saya tidak akan percaya kalau ada orang bisa menulis sangat bagus, tapi tidak pernah membaca. Bahkan jika dia punya bakat adimanusiawi (di atas rata-rata manusia) sekalipun, dia tidak akan bisa menulis, jika tidak pernah membaca! 

Jadi, kalau, umpama, misalnya, kamu ingin bisa menulis—apalagi ingin dapat penghasilan besar dari menulis seperti Tere Liye, misalnya—coba tanya diri sendiri, “Apakah aku senang membaca?” 

Jika jawabannya “tidak”, sebaiknya cari pekerjaan lain saja.

 
;