Kamis, 07 Januari 2010

Karunia Hidup

Kita sering kali menjadi orang manja, yang begitu gampang mengeluh ketika menghadapi sedikit kesulitan. Ketika hidup tampak sedikit buruk, kita langsung memilih ambruk dan menyatakan Tuhan tak sayang lagi. Ketika kenyataan tak sesuai dengan harapan, kita langsung apatis dan memilih mengkambinghitamkan nasib dan takdir. Ketika tubuh sedikit merasakan sakit, kita langsung berteriak mengaduh dengan keyakinan bahwa kita begitu menderita. Ketika apa yang kita inginkan tak juga tercapai dalam hidup, kita langsung mengeluh dan sama sekali melupakan segala hal yang telah kita peroleh.

Rasanya kita perlu malu pada Helen Keller. Orang yang disebut sebagai sastrawan hebat yang dikagumi di seluruh dunia ini menderita tuli, bisu, sekaligus buta. Tetapi dia masih sanggup dengan tulus menyatakan dalam tulisannya, “Begitu banyak yang telah diberikan Tuhan kepada saya. Saya tidak punya waktu untuk menyesali apa yang tidak saya miliki.”

Jika kita selalu hanya memfokuskan pikiran kepada kekurangan-kekurangan kita, maka selamanya hidup kita akan menjadi gersang tanpa rasa syukur. Sudah saatnya kita juga mulai melihat apa yang telah dikaruniakan Tuhan dalam hidup kita, agar mata kita juga terbuka bahwa di balik semua kekurangan yang kita miliki, kita juga memiliki berkat dan karunia yang tak kalah besar yang wajib disyukuri.

Karunia hidup, umpamanya. Pernahkah kita memikirkan dan merenungkan bahwa hidup ini adalah karunia yang perlu bahkan wajib disyukuri? Mengapa baru mengingat besarnya arti hidup ketika seseorang yang terdekat dengan kita telah mati? Hidup yang kita nikmati ini adalah sebuah karunia agung, dan setiap napas yang kita hirup, udara yang kita nikmati, adalah berkat agung yang tentunya perlu disyukuri.

Saya pernah mendengar ada orang yang harus mengeluarkan uang jutaan rupiah per bulan ‘hanya’ untuk cuci darah karena aliran darah dalam tubuhnya terkontaminasi, tak bersih lagi, dan itu mengakibatkan penyakit bagi dirinya. Hanya untuk mendapatkan aliran darah yang bersih, dia perlu mengeluarkan uang jutaan per bulan, dan itu berlangsung sampai berbulan-bulan lamanya, sampai penyakitnya kemudian tertanggulangi. Bukankah sebuah karunia yang teramat besar jika hari ini kita masih bisa menikmati kesehatan tubuh dengan darah bersih yang mengalirinya?

Ada juga orang lain yang memerlukan dana sampai puluhan juta hanya untuk memperbaiki kinerja jantungnya. Jantung adalah denyut hidup; tanda kehidupan. Jika denyut jantung berhenti, maka kehidupan pun berhenti. Dan orang yang terserang penyakit jantung harus menghabiskan uang sampai puluhan juta hanya untuk memperbaiki kinerja jantungnya, demi untuk menyelamatkan kehidupannya. Bukankah kita perlu mensyukuri jantung sehat kita? Rasanya, kita perlu mengucap syukur setiap kali nadi kita berdenyut dan jantung kita berdetak!

Kita pun mungkin juga pernah mendengar ada orang yang sampai menghabiskan biaya tak terhitung jumlahnya hanya karena tidak bisa buang angin. Apakah ini sepele? Barangkali buang angin hanyalah persoalan sepele bagi kita yang tak pernah merasakan masalah dengan hal itu. Tetapi ada orang-orang yang sampai menghabiskan biaya jutaan rupiah hanya untuk bisa buang angin! Ketika pertama kali mendengar berita itu, saya terkejut. Tetapi saya lebih terkejut lagi ketika menyadari bahwa selama ini saya tidak pernah membayangkan bahwa ternyata buang angin adalah nikmat yang perlu disyukuri!

Apabila kita terus-menerus berfokus pada hal-hal yang tidak kita miliki, maka selamanya kita terus mendhalimi hidup kita sendiri. Memang baik untuk bercita-cita. Memang baik untuk berkeinginan. Memang baik untuk menginginkan hal-hal yang belum kita miliki. Memang baik untuk merencanakan membangun hidup yang lebih baik. Tetapi di atas semua itu, jangan pernah melupakan untuk mensyukuri segala hal yang telah kita miliki, segala hal yang telah kita nikmati.

Untuk mencapai kemajuan hidup, kita memang perlu melihat ke luar. Tetapi untuk mendapatkan kedamaian hidup, kita perlu melihat ke dalam.

 
;