Minggu, 21 Februari 2010

Catatan dari Sudut



Tersudut, tersuruk, diri yang kering menatap langit. Rembulan bisu, bintang membisu, awan-awan putih bergerak tanpa senyum. Menyusuri jalan, sepi di antara bising—jalan-jalan yang sama, sepi yang sama, kebisingan yang sama...

Oh angin, angin yang berhembus lelah dengan desah tak terdengar. Menaburi malam-malam yang terasa bagai ombak di neraka. Memahami apa yang tak juga terpahami, hati yang tak juga mengerti apa yang ingin dimengerti. Tersudut dalam hidup, menjerit dalam sunyi, bernyanyi dalam hening...

Pada apa yang mula-mula. Pada mula, pada apa pada siapa. Yang ditinggal, yang meninggalkan, ditinggal dan meninggalkan. Mengundang gelap, meratap sedih, menjerit rintih. Lagu-lagu sendu dalam senandung yang lirih...

Sampai di manakah perjalanan ini, jika hati bahkan tak tahu apakah hidup masih berjalan. Akan ke manakah perjalanan ini, kalau diri bahkan tak bergerak lagi...? Tak bisa memahami. Tak mampu mengerti. Sudut gelap datang bahkan saat segalanya semakin gelap. Yang dimiliki telah pergi. Yang dimimpi tinggallah mimpi. Mimpi yang pergi tak pernah pulang kembali. Tetapi di sini, hati ini ingin tetap bernyanyi...


 
;