Selasa, 02 Februari 2010

Mengenang Gus Dur dengan Senyum

Jika kerut merut masih tertera di dahi kita, biarlah mereka tidak tertera
di hati kita. Jiwa kita jangan pernah menjadi tua.
James A. Garfield

Tak semua orang mempunyai hati dan senyum yang suci.
Thomas Carlyle


Anak perempuan itu berusia lima tahun. Dia mendengar dari gurunya bahwa memberikan senyum kepada seseorang bukan hanya akan membuat orang lain bahagia, tapi juga akan memberikan kebahagiaan dalam hati kita. Karena percaya pada ucapan gurunya, anak perempuan itu pun bertekad akan memberikan senyumnya kepada orang lain yang ia temui, begitu nanti pulang sekolah.

Siang hari, saat pulang dari sekolahnya, anak perempuan itu bertemu seorang lelaki yang tak dikenalnya. Lelaki itu tampak berjalan tergesa-gesa. Saat mereka berpapasan, anak perempuan itu pun tanpa pikir panjang segera tersenyum kepadanya. Si lelaki melihat senyum itu, membalasnya dengan sama tulusnya, dan lelaki itu pun merasa hatinya jadi lebih baik, hidupnya terasa sedikit lebih indah.

Lelaki itu seorang pengusaha yang tengah kebingungan memikirkan usahanya yang terancam bangkrut, dan senyuman dari anak perempuan tadi cukup memberikan ketenangan dalam batinnya. Ia terus melanjutkan perjalanannya menuju sebuah warung makan untuk mengisi perutnya yang lapar. Karena hatinya sedang tenteram berkat senyuman yang ia dapatkan dari anak perempuan kecil tadi, ia pun menyapa pelayan rumah makan itu dengan ramah, bahkan tersenyum kepadanya.

Si pelayan yang seharian itu merasa sangat capek dan lelah melayani pengunjung rumah makan, tampak bahagia mendapatkan senyuman dari lelaki itu, dan dia pun membalas senyum itu dengan sama tulusnya. Berkat senyuman itu pula, si pelayan yang tadinya mulai letih melayani pengunjung menjadi bersemangat kembali melakukan tugasnya. Ia menyambut setiap pengunjung rumah makannya dengan senyuman yang ramah, dan itu membuat para pengunjung merasa dihargai.

Salah satu pengunjung rumah makan itu adalah ibu muda yang tengah depresi karena rumah tangganya kacau; suaminya pergi entah kemana. Saat ia datang ke rumah makan itu dan mendapatkan senyuman dari si pelayan, ibu muda itu pun merasakan perasaannya lebih baik, hatinya lebih tenang. Ia pun membalas senyum si pelayan dengan sama tulusnya.

Si ibu muda kemudian pulang dari rumah makan, dan saat melangkah dia bertemu anak lelaki yang tengah berjalan dengan gontai. Wajahnya tampak muram. Si ibu muda seperti tahu anak lelaki itu tengah kalut memikirkan sesuatu, dan ibu muda itu pun ingat untuk memberikan senyumannya, berharap anak lelaki itu bisa meredakan kekalutannya, sebagaimana ia pun bisa meredakan rasa depresinya. Maka ibu muda itu pun tersenyum pada si anak lelaki, dan anak lelaki itu pun membalas senyumnya dengan ramah.

Anak lelaki itu baru ditinggal mati ayahnya, dan ia kini tengah kebingungan mencari cara untuk menghidupi adik-adiknya. Ia begitu sedih, kehilangan, dan kalut. Namun berkat senyuman dari ibu muda yang tak dikenalnya tadi, ia merasa hatinya menjadi lebih tenang; setidaknya ada orang lain yang masih mau peduli, masih ada orang lain yang mau memberikan senyum tulus untuknya. Saat anak lelaki itu meneruskan perjalanannya, langkahnya tidak lagi gontai. Ia merasa bisa berjalan dengan sikap yang lebih baik.

Di tengah perjalanan, si anak lelaki bertemu seorang ibu yang tengah hamil tua. Ibu yang hamil itu sedang duduk seperti kelelahan, di atas bangku di bawah sebuah pohon. Melihat ibu hamil yang tampak kelelahan itu, si anak lelaki memberikan senyumnya, berharap si ibu hamil bisa mengurangi penderitaannya dengan senyumannya. Harapan si anak lelaki terkabul. Ibu hamil itu melihat senyumnya, dan dia pun membalasnya.

Ibu yang hamil tua itu sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat, sementara suaminya tidak bisa menemani karena tengah sibuk menangani urusan menyangkut negara. Ia tengah beristirahat karena kelelahan, dan begitu senang ketika melihat seorang anak lelaki yang tak dikenalnya tersenyum tulus kepadanya. Ibu yang hamil tua itu pun diam-diam berharap semoga anaknya nanti bisa menjadi orang yang murah senyum, dan selalu mampu membuat orang lain tersenyum.

Harapan diam-diam dari hati ibu itu terkabulkan. Beberapa waktu kemudian, ketika bayi dalam kandungannya terlahirkan, ibu itu memperoleh seorang bayi laki-laki. Kelak, ketika bayi laki-laki itu tumbuh semakin besar, dia bukan hanya mampu membuat orang lain tersenyum, tetapi juga menciptakan sebuah sejarah besar bagi negaranya; ia menjadi satu-satunya presiden Indonesia yang paling bisa membuat orang lain tersenyum.

Kau tahu siapa bayi laki-laki itu? Benar. Gus Dur.

 
;