Kamis, 22 April 2010

Taman Diri Kita



Sukses mengajarkan keseimbangan, baik dalam kerja, termasuk juga keseimbangan dalam membagi waktu.

John C. Maxwell, seorang pemimpin dan penulis buku-buku laris serta dikenal sebagai orang yang sangat sukses, menulis sesuatu yang mengharukan menyangkut hal ini. “Beberapa tahun yang lalu,” tulisnya, “saya sadar bahwa semua sukses di dunia akan menjadi hampa bila orang-orang yang paling dekat dengan kita tidak mengasihi atau menghormati kita. Ketika saya sampai ke sisa hidup saya, saya tidak menginginkan anak dan istri saya mengatakan bahwa saya seorang pengarang, pembicara, pemilik perusahaan, atau pemimpin yang handal. Kerinduan saya adalah supaya anak-anak berpendapat saya adalah ayah yang baik, sedangkan istri saya mengatakan saya seorang suami yang baik. Itulah yang berarti. Itulah ukuran sukses yang sejati…”

Ketika telah sampai di dekat ajalnya, tidak ada satu orang pun yang pernah berharap kalau saja ia lebih banyak melewatkan waktu di kantornya.

Saya seringkali memperhatikan diri saya sendiri. Apabila semalam suntuk sampai pagi saya tidak tidur sama sekali dan hanya menghabiskan waktu di depan komputer untuk mengerjakan pekerjaan demi pekerjaan, maka keesokan harinya saya akan mendapati tubuh yang terasa lelah dan wajah yang tampak begitu kuyu. Tetapi bukan hanya itu, saya pun menjadi sulit untuk merasa bahagia hari itu, dan sepanjang hari itu saya akan menjadi sulit untuk tersenyum!

Dulu, saya tidak pernah memahami mengapa kalau semalam suntuk saya tidak tidur kemudian kesokan harinya saya jadi sulit tersenyum. Tetapi itu rupanya pengaruh dari kelelahan fisik, dan kelelahan itu ikut mempengaruhi seluruh otot di wajah saya.

Ada sekitar delapan puluh otot pada wajah, dan otot-otot ini terjalin seperti ulir, entah untuk menjaga pasokan darah yang tetap pada saat tubuh mengalami ayunan yang kasar, atau mengubah pasokan darah ke otak dan juga, sampai tingkatan tertentu, fungsi otak. Dalam makalahnya yang terkenal, fisikawan terkenal Perancis, Israel Waynbaum menetapkan teori bahwa rona wajah benar-benar mengubah perasaan.

Rona wajah mempengaruhi perasaan, dan perasaan juga mempengaruhi rona wajah. Tubuh kita tidak bekerja secara sendiri-sendiri. Ia adalah satu struktur yang saling berkait dan apabila satu bagian merasa lelah, maka bagian yang lain akan ikut menjadi lelah. Begitu pula sebaliknya. Karena itu pula, jika kita telah bekerja dengan benar, juga telah beristirahat secara cukup, biasakanlah untuk menampilkan wajah yang gembira selama bekerja, karena dengan cara ini kita pun akan lebih mudah melawan stres, dan pekerjaan yang kita tangani setiap hari akan lebih menyenangkan dihadapi.

Selain Israel Waynbaum, peneliti lain kemudian menemukan fakta yang sama. Dr. Paul Ekman, Profesor psikiatri Universitas California, menyatakan, “Kita tahu bahwa kalau kita emosi, itu akan terlihat pada wajah. Kini kita melihatnya juga dengan cara lain. Kita akan menjadi seperti apa yang kita tampilkan pada wajah. Kalau kita tertawa dalam penderitaan, maka kita tidak merasa menderita di dalam. Kalau wajah terlihat menyedihkan, kita pun akan merasakannya juga di dalam.”

Apa yang bisa diambil sebagai intisari dari hasil penelitian itu?

Hanya ini; biasakanlah untuk memasang wajah yang gembira, karena dengan cara ini kita akan memperoleh kegembiraan di dalam hati. Setiap pagi saat bercermin, selalulah nyatakan, “Saya berbahagia hari ini,” kemudian tersenyumlah, tersenyum lebar sampai gigi-gigimu kelihatan. Dengan cara ‘sugesti kebahagiaan’ semacam ini, kita bisa berharap dapat menjalani hari dengan rasa bahagia yang sama, dan dapat menghadapi pekerjaan dengan lebih baik, tidak mudah terkena stres dan kelelahan yang terlalu berat.

Pujangga Inggris, William Shakespearre, menyatakannya dengan amat puitis, “Tubuh kita adalah taman kita...kemauan kita adalah ahli pertamanannya.”


 
;