Senin, 26 April 2010

Trauma Attachment



Jenny, seorang pembaca rutin blog ini, mengirimkan sebuah email ke saya dengan isi yang menggelitik. Isi emailnya kira-kira seperti ini, “Kalau aku membaca posting-postingmu di blog, sepertinya kamu orang yang serius banget ya. Benar nggak? Kalau boleh tahu, pernah nggak kamu mengalami hal-hal yang mungkin lucu, bodoh, konyol atau aneh?”

Mungkin saya memang terkesan serius ya? Well, saya menyadari kalau kebanyakan post di blog ini memang terkesan serius. Itulah mengapa saya terkadang juga menyelipkan post-post yang ringan, lucu atau menggelitik dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan dan membuat pembaca blog ini bisa tersenyum. Nah, post ini saya tulis untuk menjawab pertanyaan di atas, “Apakah saya pernah mengalami hal-hal yang mungkin lucu, bodoh, konyol atau aneh?”

Seserius apapun seseorang, pastilah dia tidak akan terbebas dari kemungkinan seperti itu—begitu pula saya. Ada cukup banyak hal bodoh, lucu, aneh, bahkan konyol yang terkadang menimpa diri dan hidup saya. Salah satunya, yang membuat saya benar-benar merasa konyol, adalah attachment. Saya pernah mengalami sesuatu yang saya sebut sebagai “trauma attachment”.

Siapapun yang telah terbiasa berkomunikasi lewat email pastilah sudah akrab dengan fitur atau salah satu fasilitas email yang disebut attachment. Ini semacam lampiran dalam surat. Melalui attachment, kita bisa melampirkan file-file tertentu yang akan diikutkan bersama surat atau email yang kita kirim. Nah, saya pernah mengalami trauma dengan attachment sehingga sekian waktu lamanya saya tak pernah lagi berkirim email dengan memanfaatkan attachment.

Trauma ini bermula dan berawal dari beberapa email (plus attachment) yang saya kirimkan ke beberapa orang—yang dinyatakan tidak sampai oleh orang yang saya tuju. Jadi, suatu waktu saya berkirim email plus dokumen dalam attachment ke seseorang. Ketika saya mengkonfirmasi kiriman tersebut, orang yang saya tuju menyatakan kalau dia belum menerima email itu. Saya coba kirim kembali—tetapi hasilnya sama saja. Email plus attachment itu tidak sampai! Akhirnya, karena dongkol, saya pun mengirimkan materi dokumen tersebut lewat jasa kurir.

Di lain waktu, saya berkirim naskah ke suatu penerbit via email. Naskah itu saya lampirkan dalam attachment—sebagaimana yang diminta oleh si penerbit bersangkutan. Beberapa waktu setelah itu, saya mengkonfirmasi kiriman naskah tersebut, tetapi penerbit itu menyatakan kalau email yang saya maksudkan belum mereka terima. Karena merasa sudah membuang banyak waktu, akhirnya saya pun mengirimkan naskahnya lewat jasa kurir dalam bentuk print out.

Kejadian semacam di atas itu terjadi pada saya berulang-ulang kali sampai saya kemudian terjangkiti “penyakit tidak percaya pada email”. Anehnya, jika saya perhatikan, email-email yang tidak dilampiri attachment biasanya akan sampai pada alamat tujuan. Tetapi email-email yang dilampiri attachment dinyatakan tidak sampai. Saya sudah berulangkali berkirim email ke berbagai orang, dan email-email ini dinyatakan sampai atau diterima. Tapi email-email yang dilampiri attachment seringkali tidak sampai di alamat yang dituju.

Ketika menyadari kenyataan itu, saya bertanya-tanya dalam hati, apanya yang salah? Sejauh yang saya tahu, saya telah melakukan semua prosedur pengiriman attachment secara baik dan benar. Jika kemudian email tersebut tidak sampai berikut attachment-nya, dimana letak kesalahan saya?

Karena penasaran, saya pernah meminta seorang kawan yang bisa dikatakan pakar dalam bidang internet, dan memintanya untuk mendemontrasikan cara pengiriman attachment yang benar—sesuai dengan standar seorang pakar. Oke, ini konyol—dan teman saya pun menganggap permintaan saya sebagai hal yang aneh. Tetapi saya benar-benar butuh pengetahuan ini, agar saya dapat mengirim email dan attachment dengan baik—agar kiriman itu benar-benar sampai ke alamat yang dituju.

Ketika teman saya yang pakar itu memperlihatkan caranya, saya lihat caranya SAMA PERSIS dengan yang saya lakukan selama ini. Jadi, apa yang terjadi dengan email-email saya? Mengapa email-email itu bisa tidak sampai atau tidak diterima oleh orang yang dituju?

Jawabannya baru terungkap beberapa waktu kemudian—dan jawabannya benar-benar tak pernah saya sangka. Saya akan menuliskannya di post berikutnya.


 
;