Rabu, 19 Mei 2010

Bagaimana Ramalan Diciptakan (3)



Salah satu hal yang tidak pernah membosankan meski telah dikonsumsi orang berulang-ulang kali adalah ramalan. Orang seperti ‘kecanduan’ dengan ramalan, sehingga setiap hari, setiap minggu atau setiap bulan mereka akan mengecek ramalan nasib kehidupannya, baik melalui ramalan zodiak, shio ataupun yang lainnya. Sebegitu tergantungnya orang pada ramalan, hingga ada begitu banyak orang yang sampai berlangganan layanan ramalan harian via ponsel demi untuk dapat selalu ‘memantau’ keadaan hidupnya setiap saat.

Mengapa orang merasa butuh dengan ramalan…?

Jika ditinjau dari sudut pandang yang ilmiah—terlepas dari keyakinan orang terhadap suatu ramalan—orang memerlukan ramalan karena membutuhkan semacam ‘pegangan’ dalam mengarungi kehidupan yang dianggap tak pasti ini. Ramalan menjadi semacam ‘panduan’ dalam menghadapi setiap hari yang dilewati, setiap waktu yang akan dihadapi. Selain itu, ramalan juga menjadi semacam sandaran untuk melakukan antisipasi terhadap kemungkinan negatif yang mungkin akan terjadi, sekaligus sebagai penyegar semangat atas harapan positif untuk sesuatu yang mungkin akan terjadi.

Ketika orang membaca ramalan mingguannya, misalnya, dan kemudian mendapati bahwa ramalannya mengatakan bahwa selama seminggu ke depan dia akan memperoleh sesuatu yang menyenangkan, maka orang itu pun akan menjalani kehidupannya seminggu ke depan dengan perasaan yang bahagia, optimis dan juga penuh harap. Jika ramalan itu tepat seperti yang digambarkan, maka dia akan semakin bersyukur. Namun jika tidak, maka setidaknya dia telah menjalani kehidupan dengan hati yang senang.

Begitu pula sebaliknya. Ketika seseorang membaca ramalan mingguannya dan mendapati bahwa ramalannya seminggu ke depan akan penuh dengan masalah, maka orang pun akan dapat mempersiapkan mental, hati serta jiwanya untuk menghadapi masalah yang mungkin ada sebagaimana yang dinyatakan oleh ramalan itu. Jika ramalan itu terbukti benar, dia telah mempersiapkan dirinya dengan segala antisipasi. Dan jika ternyata ramalan itu keliru, dia pun tidak akan menyesali antisipasinya—setidaknya dia telah berlaku hati-hati.

Di dalam kerangka semacam itulah mengapa orang (selalu) membutuhkan ramalan, karena mereka membutuhkan semacam pegangan dalam mengarungi ketidakpastian hidup.

Kemudian, seberapa tepatkah sesungguhnya ramalan dalam memprediksi atau meramalkan sesuatu…?

Jawabannya bisa saja relatif—tergantung objek ramalannya. Ramalan atas sesuatu yang pasti dan terukur tentu saja akan menghasilkan kepastian yang sama terukurnya, sama halnya ramalan atas sesuatu yang tidak pasti dan juga tak terukur pun akan membuahkan hasil yang sama.

Mengapa rudal atau peluru kendali dapat melesat dan menancap serta meledak di tempat yang tepat seperti yang diramalkan meskipun rudal itu diluncurkan dari jarak yang bermil-mil jauhnya? Karena rudal itu telah diprogram dengan sedemikian rapi, dengan tingkat ramalan yang begitu tinggi, dan itu didukung dengan posisi garis edar dan koordinat yang begitu pasti. Karena didasarkan pada kepastian dan juga didukung oleh kepastian, maka ramalan atas titik ledak rudal itu pun menjadi mutlak.

Tetapi berbeda halnya dengan ramalan atas sesuatu yang tidak bisa disandarkan pada kepastian yang mutlak semacam itu. Ramalan nasib, misalnya. Ramalan nasib seseorang biasanya disandarkan atas kepribadian dari orang itu. Nah, ini adalah ramalan yang tidak bisa dikatakan memiliki sandaran kepastian yang mutlak, karena orang selalu bisa mengubah kepribadiannya—dan dia memang memiliki kekuatan untuk melakukan hal itu. Karena orang bisa saja mengubah kepribadiannya, maka ramalan nasib yang disandarkan atas kepribadiannya itu pun bisa berubah.

Masih tertarik membaca kelanjutannya? Silakan lanjut di post berikutnya.


 
;