Selasa, 04 Mei 2010

A Sacred Dying



Tahun 1106, lebih dari sembilan abad yang lampau, di Kadipaten Singosari...

Tunggul Ametung, Raja Singosari, tengah melakukan inspeksi ke sebuah desa di kadipatennya bersama para pengawalnya. Di desa itulah Tunggul Ametung bertemu dengan Ken Dedes, perempuan cantik yang kemudian ingin disuntingnya.

Ketika Tunggul Ametung memboyong Ken Dedes menuju istananya, rakyat Singosari pun berkerumun di pinggir-pinggir jalan untuk menyaksikan Raja dan calon Permaisuri mereka. Di antara banyak orang yang menonton arak-arakan itu, terdapat Ken Arok yang baru datang ke Singosari.

Di saat itulah sesuatu yang tak pernah disangka-sangka terjadi. Ketika Ken Dedes turun dari keretanya, kainnya tersangkut sesuatu dan bagian bawah bajunya tersingkap. Ken Arok menyaksikan betis Ken Dedes menyala—dan dia tahu itu tanda rahasia dari sosok Ardhana Reswari, seorang perempuan yang kelak akan melahirkan orang-orang besar penguasa dunia.

Didorong oleh ambisi dan cinta yang tiba-tiba menyala, Ken Arok kemudian menyusun rencana paling berdarah untuk merebut Ken Dedes dari Tunggul Ametung demi bisa memperistrinya. Dia memesan sebuah keris pada Empu Gandring, empu terbaik pada masa itu. Ketika keris itu selesai dibuat, dibunuhnya Empu Gandring dengan pusaka itu, kemudian diberikannya keris itu kepada sahabatnya sendiri, Kebo Ijo.

Kebo Ijo, yang sama sekali tak tahu rencana busuk Ken Arok, langsung bersuka cita mendapat hadiah keris yang istimewa itu, dan dia memamerkannya pada banyak orang yang terkagum-kagum pada keris tersebut.

Kemudian, suatu malam, saat Kebo Ijo tengah tertidur, Ken Arok mencuri keris itu dan digunakannya untuk membunuh Tunggul Ametung. Ketika keesokan harinya seluruh Singosari gempar karena Rajanya terbunuh, Kebo Ijo-lah yang menjadi tertuduh utamanya karena keris yang menancap di perut Tunggul Ametung adalah keris miliknya yang sering dipamer-pamerkannya. Kebo Ijo ditangkap, dihukum mati, dan...Ken Arok mempersunting Ken Dedes!



Tahun 2010, lebih dari sembilan abad kemudian, di Borobudur, Magelang...

Serombongan fotomodel dari Jakarta diterbangkan ke Magelang untuk suatu sesi pemotretan kalender wisata. Mereka ingin menggunakan candi Borobudur untuk lokasi pemotretannya, sebagai bagian promosi bagi turisme.

Bersamaan dengan itu, Reynaldi, seorang penulis blasteran Jawa-Canada, tengah menggarap novel barunya yang juga menggunakan candi Borobudur sebagai setting kisah yang ditulisnya. Dia datang kesana untuk mengamati dan mempelajari candi itu secara lebih dekat. Dan di saat itulah, sesuatu yang tak disangka-sangka terjadi.

Ketika salah satu fotomodel itu tengah turun dari mobilnya, gaun panjang yang dikenakannya tersangkut sesuatu dan bagian bawah pakaiannya tersingkap. Reynaldi yang tak sengaja melihat itu, menyaksikan betis fotomodel itu menyala. Sebagai penulis yang terbiasa bergelut dengan ribuan literatur, Reynaldi tahu bahwa itu tanda rahasia dari sosok Ardhana Reswari, seorang perempuan yang kelak akan melahirkan orang-orang besar penguasa dunia.

Didorong oleh ambisi dan cinta yang tiba-tiba menyala, Reynaldi mulai mencari informasi dan menyelidiki siapa perempuan fotomodel itu. Investigasinya mendapatkan jawaban. Fotomodel itu bernama Eliana, tunangan seorang konglomerat Jakarta; pemilik perusahaan salah satu suratkabar terbesar di Indonesia.

Maka sebuah rencana kemudian disusun, dan kisah cinta yang paling berdarah kembali terjadi. Kali ini, lokasinya tidak lagi di Singosari, tapi di Jakarta. Keris Empu Gandring digantikan revolver M-16, dan sosok yang harus dibunuh bukan lagi raja kadipaten, tapi salah satu raja media. Sekali lagi seorang sahabat dikambinghitamkan menjadi tumbal dari cinta paling berdarah, dan Reynaldi bersama Eliana terjebak dalam lingkaran cinta yang mengikat takdir mereka—dari sebuah darah yang mengalir lebih dari sembilan abad yang lampau...


 
;