Jumat, 04 Juni 2010

Bagaimana Cara Menulis yang Baik



Pertanyaan “bagaimana cara menulis” adalah pertanyaan yang umum, karenanya jawaban saya di posting sebelumnya pun tergolong umum, dan mungkin belum menyentuh harapan dari si penanya. Nah, pertanyaan kali ini lebih spesifik, yakni “bagaimana cara menulis yang baik”. Karena pertanyaannya lebih spesifik, maka jawaban berikut ini pun akan lebih spesifik.

Di post sebelumnya, saya sudah menyatakan bahwa menulis itu tak jauh beda dengan memasak—begitu pula proses dan prakteknya. Tidak jauh beda pula dengan memasak, menulis juga memiliki bagian-bagian atau tahapan-tahapan tersendiri.

Ketika mulai memasak pertama kalinya, mungkin masakan yang mampu kita buat hanyalah merebus mi instan atau memasak telur mata sapi. Tetapi, jika kita menginginkan masakan yang lebih rumit atau lebih lezat, kita pun perlu membaca buku resep masakan tertentu agar tidak salah dalam mengumpulkan bahan-bahannya, juga agar tidak keliru dalam menakar bumbunya. Dan…begitu pula halnya dengan menulis.

Pada awal-awal belajar menulis, tulisan kita mungkin masih terbatas—baik dalam cara penyampaiannya, ataupun dalam kemampuan kita sendiri dalam menulis. Karenanya, untuk dapat menambah kemampuan dan lebih kaya dalam cara penyampaian, kita perlu mempelajari teori tentang menulis. Di sinilah sesungguhnya fungsi dari buku-buku teori menulis itu. Dengan mempelajari buku-buku teori kepenulisan, kita akan dapat menambah pengetahuan tentang cara menulis, sehingga tulisan kita pun akan lebih baik dan terus lebih baik lagi.

Pengetahuan agar bisa menulis secara baik juga dapat diperoleh dengan banyak membaca buku atau tulisan-tulisan orang lain. Kalau boleh jujur, saya sendiri lebih banyak mendapatkan pengetahuan menyangkut hal ini dari buku-buku yang saya baca—dan bukannya dari buku-buku teori menulis yang saya pelajari. Ketika membaca banyak buku dari berbagai penulis, kita akan langsung dihadapkan pada cara dan gaya menulisnya. Dalam proses itu, secara tidak langsung sesungguhnya kita tengah belajar tentang cara menulis yang baik.

Kembali pada analogi memasak. Setiap orang bisa merebus mi instan—karena kita tinggal memanaskan air di atas kompor, kemudian memasukkan mi dan bumbu-bumbunya ke dalam panci. Tunggu sebentar, dan mi instan pun sudah siap dihidangkan. Tetapi, mi instan ‘standar’ semacam itu tidak istimewa—karena setiap orang bisa melakukannya, setiap orang bisa memasaknya.

Di warung pinggir jalan, ada kalanya orang juga menjual mi rebus yang dibuat dari mi instan. Dan ada cukup banyak warung mi semacam itu yang laris dan didatangi banyak orang. Mengapa? Karena penjual mi di warung itu mampu menyuguhkan masakan mi rebus yang lebih enak dan lebih lezat, meski menggunakan bahan utama mi instan yang sama. Penjual warung itu tahu bagaimana menambahkan bumbu yang tepat, sayur yang tepat dan sekaligus cara penyajian yang tepat, sehingga orang-orang pun mau membayar lebih mahal karena rasa mi instan itu lebih istimewa dibanding mi instan yang biasa dimasaknya sendiri.

Begitu pula halnya dengan menulis. Meskipun sama-sama menggunakan bahan baku utama berupa kata-kata, tetapi tingkat kemampuan orang dalam mengolah dan merangkai kata-kata itu bisa berbeda, dan begitu pula dengan hasilnya. Karenanya, untuk dapat menulis dengan (lebih) baik, kita pun harus belajar—banyak belajar—bisa melalui buku-buku teori kepenulisan, menghadiri acara-acara jurnalistik, ataupun dengan banyak membaca buku karya para penulis yang lain.

Jadi, kunci pertama untuk bisa menulis dengan baik adalah belajar—dan terus belajar. Kemudian, kunci kedua untuk bisa menulis dengan baik adalah membaca—dan terus banyak membaca. Kunci ketiga untuk bisa menulis dengan baik adalah sering menulis—dan terus menulis dan menulis lagi.

Menulis adalah proses kreatif. Ia tidak bisa berhenti di satu titik dan kemudian dianggap selesai. Setiap orang yang ingin menulis dengan baik harus terus belajar, harus terus membaca, harus terus mengembangkan kemampuan, harus terus mengasah kreativitas, harus terus mempertajam kepekaan—bersamaan dengan proses menulisnya.

Sekali lagi, menulis adalah proses kreatif—dan ini adalah proses yang tak pernah selesai. Artinya, siapa saja yang ingin dapat menulis dengan baik haruslah terus berproses. Setiap kali kau merasa tulisanmu sudah baik, yakinilah bahwa itu bukan titik final—karena selalu ada cara baru untuk terus memperbaiki tulisan itu—yakni dengan proses belajar tanpa henti.

Jadi, bagaimana cara menulis yang baik? Sekarang mari kita simpulkan. Cara menulis yang baik adalah dengan banyak belajar, banyak membaca, banyak menulis, banyak belajar lagi, banyak membaca lagi, banyak menulis lagi…dan begitu seterusnya. Cukup mudah, kan…?


 
;