Senin, 07 Juni 2010

Hidup yang Damai



Kita lahir ke dunia ini tanpa diminta,
namun keberadaan kita di sini bukanlah tanpa arti.


Orator cemerlang, Paul H. Dunn, dalam salah satu pidatonya menyindir, “Kalau engkau mendasarkan harga dirimu, perasaan berhargamu, pada apapun di luar kualitas hati, pikiran, atau jiwamu, maka engkau mendasarkannya pada pijakan yang sangat labil…”

Kualitas dan nilai sejati diri kita sama sekali tidak terdapat pada hal-hal yang ada di luar diri kita yang terlihat oleh mata, namun ada di dalam diri kita yang tak terlihat. Itu juga berarti bahwa nilai kemanusiaan kita tidak ditentukan oleh bagaimana bentuk rambut atau hidung kita, sama sekali tidak didasarkan pada ukuran tubuh, warna kulit ataupun wujud kaki kita, tetapi lebih pada apa yang ada di dalam pikiran dan hati sanubari kita.

Memang, kita tidak sempurna. Memang, kita bukanlah yang paling indah. Memang, kita memiliki beberapa kekurangan tertentu. Memang, kita bukanlah yang paling cerdas, paling hebat ataupun paling kaya. Lalu mengapa...? Bukankah itu sesuatu yang manusiawi? Yang menjadikan kita disebut sebagai manusia adalah karena kita memiliki kekurangan-kekurangan tertentu, cacat-catat tertentu dan ketidaksempurnaan tertentu. Kita selalu dapat memperbaikinya, meningkatkan kualitasnya, dan semua kekurangan yang manusiawi itu sama sekali bukanlah halangan untuk tetap dapat hidup bahagia.

Bertrand Russel, seorang pakar matematika dan pemenang Nobel untuk sastra tahun 1950, mengatakan, “A man cannot possibly be at peace with others until he has learned to be at peace with himself.”

Alangkah benarnya kata-kata itu. Seseorang tidak mungkin bisa berdamai dengan orang lain sebelum dia belajar berdamai dengan dirinya sendiri.

Hidup yang bahagia adalah hidup yang damai. Dan hidup yang damai itu harus dimulai dengan diri sendiri. Jika kita bisa berdamai dengan diri sendiri, maka kita lebih mudah untuk memperoleh kebahagiaan dalam perjalanan hidup sehari-hari. Namun apabila kita sulit berdamai dengan diri sendiri, kita terus-menerus melakukan peperangan di dalam batin kita, dan tidak mungkin ada kebahagiaan dalam hidup semacam itu.

Berdamai dengan diri sendiri artinya; menerima diri sendiri apa adanya dengan sikap cinta yang tulus dan penerimaan yang tanpa pamrih. Berdamai dengan diri sendiri berarti tidak menganggap semua kekurangan yang kita miliki sebagai kutukan yang tak berampun, tetapi memandangnya sebagai sesuatu yang manusiawi, yang tetap dapat diperbaiki tanpa harus menjadikan kita bersedih hati.

Kita lahir ke dunia ini tanpa diminta, namun keberadaan kita di sini tentu bukanlah tanpa arti. Tuhan telah memberikan sesuatu dalam diri kita yang tidak dimiliki oleh orang lain, dan kitalah yang dapat menunjukkannya. Masing-masing manusia memiliki keunikan, ciri khas dan perbedaan yang tidak dapat ditiru oleh manusia lainnya, dan dari milyaran manusia yang pernah hidup, sedang hidup dan akan hidup, tidak ada satu pun di antara mereka yang sama persis dengan diri kita. Tuhan menginginkan agar kita menjadi diri sendiri, dan kita tentunya tak perlu melawan kehendak itu dengan berusaha untuk sama dengan orang lain yang kita lihat dan kita saksikan.

Sudah saatnya untuk hidup damai dengan diri sendiri dan mencintainya dengan sepenuh hati, sudah saatnya untuk menyadari bahwa kita pun dapat bahagia dengan menerima diri kita apa adanya.


 
;