Minggu, 18 Juli 2010

Conversation with Self (3)



“Hei, pal, coba lihat ini…”

“What this…?”

“Perhatikan kubus-kubus ini.”

“Bro, kau tidak bermaksud mengatakan itu… Cube, kan?”

“No, no! Lihatlah… maksudku, bacalah.”




“Aku tidak paham maksudmu, bro…”

“Kau sudah membacanya?”

“Ya.”

“Semuanya?”

“Tentu.”

“Dan kau tak menemukan kejanggalannya?”

“Coba katakan.”

“Look, pada bagian kubus ini disebutkan adanya arah pikiran tentang sesuatu yang membebaskan.”

“Ya…? Lalu?”

“Sekarang lihat bagian kubus yang ini. Pada bagian yang ini justru disebutkan tentang sesuatu yang berhubungan dengan belenggu.”

“Oh, man, kenapa aku tak melihatnya?”

“Sekarang kau telah melihatnya.”

“So, apa maksudnya ini?”

“Sama dengan yang sudah kita bicarakan, sobat. Seperti yang sekarang dapat kau lihat, orang memang terjebak, atau secara sadar dan sengaja memasukkan dirinya sendiri ke dalam jebakan yang ia buat sendiri. Oh, makin lama memikirkannya, aku makin merasa semua ini konyol.”

“Dan bodoh.”

“Mungkin…”

“Hei, kenapa kau tak yakin?”

“Coba dengar analogi ini. Aku adalah bagian dari massa. Perhatikan istilah ‘massa’ ini. Kuulangi, aku adalah bagian dari massa. Karena aku bagian dari massa, maka aku pun harus sama dan serupa dengan massa. Jika massa yang kuikuti berdiri, maka aku harus berdiri. Jika massa yang kuikuti duduk, aku pun harus duduk. Begitu pun, kalau massa yang kuikuti berbaring, aku pun harus ikut berbaring. Aku bukan siapa-siapa. Aku hanyalah sebuah elemen, sebuah sekrup kecil, dari bagian massa yang besar atau bahkan raksasa. Kau bisa memahamiku sampai di sini?”

“Yeah, tapi aku tak yakin.”

“Lucu.”

“Hei, kenapa kau tersenyum begitu?”

“Tadi kau yang menanyakan mengapa aku tak yakin. Sekarang justru kau yang tak yakin. Oh, ayolah…”

“Oke, bro, oke. Omong-omong, kita sepertinya jadi kurang nyambung kalau tidak difasilitasi konduktor, ya?”

“Hahaha, konduktor orkestra?”

“Jangan meledekku, bro. Kau tahulah, konduktor adalah lawan dari isolator.”

“I know. Kita perlu kopi. Kapucino favorit kita. Dan rokok.”

“Oh, bro, sobat, kau memang temanku yang terbaik.”

“Begitu pula kau, pal. Tak ada yang lebih baik dari kau. Tunggulah. Aku hanya perlu beberapa menit untuk menghadirkan konduktor itu di atas meja.”

“Kau perlu bantuan? Kau tahu, aku selalu siap melakukan apapun untukmu…”

“No, no, kau lupa…? Kita hidup di ‘dream’—sekarang.”

“Your dream…?”

“Yeah, it’s true.”

“Senang kalau melihatmu tersenyum begitu.”

“Semoga aku bisa sering tersenyum seperti sekarang.”


 
;