Jumat, 24 September 2010

Empat Macam Penerbit (4)

Nah, jenis penerbit keempat, adalah penerbit non-komersial. Ini adalah penerbit yang menerbitkan buku dengan tidak menjadikan bisnis atau keuntungan sebagai tujuan utama. Biasanya, penerbit jenis ini hanya menerbitkan buku untuk keperluan-keperluan khusus yang berhubungan dengan visi mereka.

Contoh paling mudah untuk jenis penerbit ini adalah penerbit-penerbit yang dimiliki oleh perguruan tinggi. Seperti UGM, misalnya. UGM (Universitas Gadjah Mada) memiliki penerbitan sendiri. Tetapi mereka tidak menerbitkan buku untuk tujuan bisnis semata, melainkan untuk mencetak buku-buku ajar yang memang dibutuhkan bagi kebutuhan belajar-mengajar mahasiswa di kampus.

Memang ada kalanya buku terbitan UGM juga beredar di toko-toko buku atau di kampus-kampus lain, tetapi hal itu terjadi karena memang buku tersebut juga dibutuhkan oleh perguruan-perguruan tinggi lain.

Untuk dapat menembus penerbit semacam itu tentu tidak mudah. Hanya orang-orang yang memang dikenal sebagai pakar dalam bidangnya yang berpeluang menerbitkan naskah pada penerbit semacam itu.

Selain penerbitan yang dimiliki kampus atau perguruan tinggi, ada pula penerbit non-komersial yang dimiliki oleh sebuah foundation atau lembaga-lembaga tertentu—baik nasional ataupun internasional. Ini adalah jenis penerbit yang biasanya jarang diketahui para penulis, namun paling diimpikan setiap penulis yang mengetahuinya.

Kalau bukumu diterbitkan oleh penerbit semacam ini, mungkin buku karyamu akan sulit ditemukan di toko buku, tetapi namamu akan dikenal sampai ke luar negeri. Kok bisa? Karena penerbit non-komersial semacam ini memang tidak menerbitkan buku dalam rangka mencari keuntungan atau bertujuan bisnis, melainkan untuk menyebarluaskan visi mereka.

Karenanya, ketika mereka menerbitkan sebuah buku karya seorang penulis, buku itu biasanya akan disebar ke berbagai perguruan tinggi dan perpustakaan, juga institusi-institusi yang berhubungan dengan mereka. Jika lembaga yang menerbitkan bukumu adalah lembaga internasional, maka buku karyamu akan menyebar sampai ke negara-negara lain yang memiliki cabang dari lembaga tersebut. Karenanya, nama seorang penulis di Indonesia, misalnya, bisa saja tercantum dalam daftar katalog perpustakaan di Zimbabwe, atau masuk dalam koleksi sebuah kantor di Paris, Prancis.

Jika misi penerbitan itu tidak komersial, apakah si penulis dibayar atau mendapatkan royalti? Tentu saja—dan ini yang paling menyenangkan. Biasanya, penerbit semacam itu menerbitkan satu judul buku dalam jumlah sangat besar, bahkan lebih besar dibanding jumlah yang dicetak oleh penerbit komersial. Jika penerbit komersial mungkin hanya berani mencetak sepuluh ribu eksemplar, penerbit non-komersial ini bisa mencetak tiga kali lipat dari jumlah itu.

Soal pembayaran penulis, penerbit jenis ini benar-benar sangat menghargai setiap penulisnya. Buku yang mereka terbitkan tetap dihitung berdasarkan royalti, tetapi seluruh jumlah royaltinya langsung dibayarkan pada si penulis begitu bukunya terbit. Jadi, kalau umpama total royalti si penulis mencapai 100 juta, jumlah itu langsung diberikan tanpa menunggu waktu lama. Bahkan mereka terkadang telah memberikan separuh dari jumlah royalti itu pada saat perjanjian penerbitan, dan separuhnya lagi diberikan ketika bukunya terbit.

Lalu bagaimana cara berhubungan dengan penerbit semacam itu, agar karya kita bisa diterbitkan oleh mereka? Saya tidak tahu pasti, tetapi berikut inilah syarat mutlaknya.

Syarat pertama, si penulis memiliki visi yang jelas—dan visi itu sesuai dengan visi lembaga yang memiliki penerbitan itu—dan si penulis benar-benar konsisten dengan visinya. Ketika mereka tertarik dengan seorang penulis, mereka akan mempelajari semua karya tulis yang telah dihasilkan oleh penulis bersangkutan—dari buku-buku karyanya, tulisan di blog, sampai artikel yang ditulis di majalah dan koran-koran (kalau ada).

Jika semua tulisan yang dihasilkannya memang konsisten dengan visinya, (artinya si penulis tidak menulis hanya karena tren semata-mata), mereka akan memasukkan nama si penulis dalam daftar kandidat mereka. Tetapi masih ada syarat mutlak lainnya, yakni si penulis tidak terikat pada sebuah organisasi tertentu yang “sektarian”. Penulis yang berpikiran picik, sempit, dan tidak bisa menoleransi perbedaan, atau cenderung merendahkan sesama manusia, bukanlah orang yang mereka inginkan—tak peduli sehebat apa pun visi yang dimilikinya.

Syarat mutlak ketiga, penulis itu menjalani kehidupan yang relatif bersih. Ketika lembaga semacam itu tertarik dengan seorang penulis yang sekiranya masuk dalam kualifikasi yang mereka tetapkan, mereka akan menyelidiki kehidupan si penulis bersangkutan—tidak usah bayangkan bagaimana caranya. Dan jika mereka mengetahui si penulis ternyata suka nge-drugs, atau pernah ketahuan pingsan karena mabuk di diskotik, atau pernah menghamili anak orang dan semacamnya, mereka akan langsung mencoret nama si penulis—tak peduli sehebat apa pun karyanya.

Mengapa soal moral ikut diperhatikan? Karena nantinya si penulis akan menjadi semacam duta bagi mereka. Buku yang akan ditulis oleh penulis yang mereka tunjuk akan menjadi penyampai visi mereka ke seluruh dunia. Jika mereka salah memilih orang, mereka sama saja bunuh diri. Jadi, yang biasanya terjadi, bukan si penulis yang mengajukan karyanya pada mereka, tetapi merekalah yang akan mencari dan datang “melamar” si penulis.

By the way, saya merasa perlu memaparkan jenis penerbit keempat ini, karena ada cukup banyak penulis yang tetap teguh memegang idealismenya, dan tidak mau berkompromi dengan tren atau selera pasar. Penulis-penulis jenis ini biasanya sulit menembus penerbit komersial, karena mereka tidak menulis untuk kepentingan pasar semata-mata, sehingga kebanyakan dari mereka sulit memperoleh penghasilan dari aktivitas menulisnya.

Karenanya, kalau kita kebetulan termasuk penulis yang seperti itu, tidak perlu berkecil hati. Teruslah menulis—sesuai dengan visi dan idealisme yang kita yakini. Kalau karya kita memang bagus, dan kalau kita memang menjalani hidup dengan sama bagusnya, akan tiba saatnya ketika seseorang mengetuk pintumu, dan membawakan pahala atas kemurnian yang telah kaupilih—kapan pun waktunya.

Jadi, ayo terus belajar, belajar, belajar, dan menulislah! Menulislah sebaik-baiknya, menulislah sebanyak-banyaknya, jauhi nge-drugs, hiduplah dengan lurus, yakinilah visi dan ikutilah hatimu—dan biarkan dunia membaca karya-karyamu.

 
;