Sabtu, 16 Oktober 2010

Menjaga Mood Menulis (3)



Nah, tetapi ada kalanya hilangnya mood menulis itu disebabkan oleh rasa bosan yang parah. Maksud saya, rasa bosan yang lebih parah dibanding yang saya gambarkan di atas. Mungkin kau juga pernah mengalami kenyataan seperti ini. Bawaannya sudah tak ada gairah lagi untuk menulis, bahkan untuk menulis apa saja. Pokoknya malas menulis.

Rasa jenuh semacam itu tidak lagi disebabkan oleh satu kasus tertentu, tetapi biasanya karena memang sudah jenuh dalam aktivitas menulis—saat itu. Dipaksa dengan cara bagaimana pun, mood menulis sulit kembali, karena penyebabnya memang aktivitas menulis itu sendiri.

Untuk masalah kejenuhan semacam ini, biasanya jalan yang saya tempuh adalah menjauhkan diri dari aktivitas menulis. Tak ada gunanya lagi saya memaksakan diri untuk terus menulis jika mood sudah benar-benar lenyap.

Jadi saya pun tidak menulis—benar-benar tidak menulis. Biasanya, yang saya lakukan pada waktu semacam itu adalah membaca buku atau yang lainnya—dan terus-menerus membaca.

Sekali lagi saya ingin mengingatkan, ini terapi yang sifatnya personal, yang belum tentu cocok bagi orang lain. Kebetulan, bagi saya, menulis dan membaca adalah dua hal yang sangat saya sukai dan cintai. Karenanya, ketika saya malas menulis, saya pun menggunakan waktu untuk membaca.

Saya membaca apa saja di waktu-waktu itu. Majalah, buku, catatan di blog orang lain, atau membaca buku-buku saya sendiri yang telah terbit. Lamanya waktu yang saya gunakan untuk “mengobati” rasa jenuh menulis itu bisa tak terprediksi. Kadang cepat, kadang pula lambat. Yang jelas, saya selalu berhasil mengobati rasa bosan saya setelah beberapa waktu lamanya tidak menulis.

Biasanya, setelah berhari-hari membaca tanpa menulis sama sekali, rasa kangen akan mulai muncul. Ya, rasa kangen untuk menulis lagi. Rasa kangen merangkai kata-kata kembali. Well, ini seperti rasa kangen yang timbul ketika kita tak bertemu pujaan hati setelah berpisah cukup lama.

Penyakit bosan paling parah yang pernah saya alami membutuhkan waktu empat bulan untuk “istirahat total” dari aktivitas menulis. Ketika “masa istirahat total” itu telah terasa cukup, otak saya benar-benar segar kembali, dan mood menulis saya pun berkobar-kobar lagi.

Ketika mood telah kembali, aktivitas menulis pun jadi terasa mengasyikkan lagi. Jadi, kuncinya dalam hal ini, adalah bagaimana menumbuhkan rasa kangen pada aktivitas menulis lagi. Caranya bisa apa saja yang menurutmu paling cocok bagimu. Intinya, selagi bosan atau jenuh menulis, lakukanlah hal-hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan menulis—suatu aktivitas lain yang juga menyenangkanmu—dan tunggu sampai gairah atau mood menulis kembali lagi.

Sejauh yang saya tahu dan saya alami, cara-cara di atas itulah yang selama ini membantu saya dalam menjaga mood menulis.

So, karena saya sudah menemukan dan mengetahui akar atau penyebab hilangnya mood dalam menulis, maka saya pun setidaknya bisa “jaga diri” agar tidak sampai kehilangan mood. Saya berupaya agar perasaan saya selalu terjaga, selalu dalam keadaan kondusif (tidak kacau), saya pun berusaha agar selalu menjaga ritme dan rutinitas menulis saya, agar terhindar dari rasa bosan atau jenuh.

Sekali lagi, penyebab hilangnya mood setiap orang belum tentu sama, dan kebanyakan memang berbeda-beda. Karenanya, yang perlu kita lakukan adalah menggali dalam diri kita sendiri, untuk menemukan akar penyebab hilangnya mood tersebut, untuk kemudian mencarikan solusinya yang tepat. Ketika hal itu sudah kita lakukan, maka kita pun akan dapat menjaga mood menulis dengan lebih baik.

Betewe, lalu bagaimana dengan menjaga mood membaca…? Yup, kapan-kapan kita akan mempelajarinya bersama.


 
;