Selasa, 07 Desember 2010

Walt Disney, Sang Pemimpi (2)

Untuk menyambung hidup keluarga mereka, ibu Walt Disney pun membantu suaminya, yang waktu itu juga bekerja sebagai penjual susu dari sebuah pemerahan sapi, yang tak jauh dari rumahnya.

Sering kali, setelah menyelesaikan tugasnya mengantarkan koran, Walt Disney ikut membantu ibunya. Melihat ibunya menarik sebuah kereta besar yang berat, membuat hati Walt Disney sering kali merasa ingin menangis. Ia sering bertanya-tanya dalam hati; apakah dalam hidup ini orang harus bekerja mati-matian seperti budak dengan upah yang sangat tak memadai? Apakah orang hanya akan menghabiskan hidupnya dengan bangun, kerja, makan, tidur, lalu bangun dan kerja lagi sampai mati? Apakah tidak ada jalan lain yang bisa ditempuh untuk keluar dari lingkaran setan ini?

Bila memandangi rumah-rumah besar yang didatanginya saat ia menyerahkan koran para pelanggannya, dan melihat mainan-mainan mahal yang berserakan di halaman rumah-rumah itu, Walt Disney yakin bahwa sebenarnya ada jalan lain yang bisa ditempuh untuk membangun hidup yang lebih baik, tanpa harus selamanya bekerja seperti budak dengan upah yang sangat tak memadai.

Dan sebagai anak kecil, Walt Disney pun sering kali tak tahan ketika melihat mainan-mainan mahal yang berserakan di halaman rumah-rumah itu. Kadang setelah menyampaikan koran pada sang pelanggan, ia bermain dengan mainan-mainan itu sejenak, menikmatinya, dan kemudian kembali meletakkannya di tempatnya semula untuk kembali mengantarkan koran-koran yang lain. Dan di saat-saat itulah, di dalam hati kecil bocah lelaki kecil berumur 10 tahun itu diam-diam bersumpah bahwa pada suatu hari nanti ia harus sukses!

Suatu hari, kakak Walt Disney memperoleh pekerjaan yang lebih bagus di luar kota, dan dia pun pergi meninggalkan keluarganya. Semenjak kepergian si kakak, ayah Walt Disney mempekerjakan beberapa anak lelaki lain untuk mengantarkan koran-koran ke rumah pelanggannya.

Ini membuat Walt Disney jengkel. Pangkal kejengkelannya, anak-anak yang lain itu melakukan pekerjaan yang sama persis dengan dirinya, tetapi mereka menerima upah sedangkan dirinya tidak. Ia telah berkali-kali mengutarakan hal itu pada ayahnya, namun ayahnya selalu langsung mengatakan, “Aku memberimu makan dan pakaian. Jadi, jangan menuntut macam-macam!”

Selama enam tahun Walt Disney bekerja mengantarkan koran ke rumah-rumah pelanggannya, tanpa sepeser pun menerima uang upah. Ia terpaksa mencari cara lain untuk mendapatkan uang saku; ia bekerja sebagai pesuruh di sebuah toko makanan. Kalau kita kadang mendengar ungkapan ‘Masa kecil kurang bahagia’, maka Walt Disney inilah contoh yang paling nyata.

Sesudah Perang Dunia pertama meletus, keadaan menjadi sangat sulit. Usaha koran yang dirintis ayah Walt Disney pun gulung tikar, dan keluarga Disney sekali lagi pindah ke tempat lain. Kali ini mereka pindah ke Chicago. Di sana, mereka bekerja pada sebuah perusahaan pembuat selai.

Walt Disney ikut bekerja pada perusahaan itu, tetapi pekerjaan menghancurkan buah-buahan dan menumpuk kaleng sepanjang hari menurutnya benar-benar membosankan. Waktu itu ia telah berusia 16 tahun, dan ia ingin sekali menikmati dunianya secara lebih bebas, bukannya terkurung dalam pabrik dengan pekerjaan yang membosankan seperti itu.

Walt Disney kemudian tertarik untuk masuk dalam dinas tentara. Ia mencatut umur, dan mendaftar sebagai sopir ambulan Palang Merah. Ia kemudian dikirimkan ke Prancis untuk membantu pengiriman tentara Amerika yang terluka dari peperangan untuk kembali ke tanah air.

Pengalaman hidup yang keras di Prancis ini mengubah Walt Disney dari seorang pemimpi berhati lembut menjadi seorang lelaki matang berkemauan keras. Di dalam biografinya ia menulis, selama sebelas bulan di Prancis itu telah membuatnya belajar tentang kehidupan dan kemandirian. “Di sana, saya mulai belajar untuk sepenuhnya bergantung pada diri sendiri,” tulisnya.

Lanjut ke sini.

 
;