Selasa, 08 Maret 2011

Miskin, Bodoh, Kuper, tapi Sukses (2)



Karena bukan anak yang pintar, Honda hanya membaca buku dan bacaan-bacaan yang membahas satu bidang saja, yakni bidang mesin. Pada suatu hari ia membaca majalah dan melihat iklan lowongan kerja, dan merasa sangat tertarik. Lowongan kerja yang diiklankan itu adalah magang menjadi pegawai di garasi perusahaan Hart Shokai Company, sebuah pabrik mesin kendaraan. Ia sangat tertarik dengan pekerjaan itu, dan ia pun mengirimkan surat lamaran ke sana.

Beberapa hari kemudian, lamarannya diterima, dan saat itu juga Honda pun nekat meninggalkan desanya untuk pergi ke Tokyo. Waktu itu usianya baru 15 tahun.

Ketika sampai di perusahaan yang dituju, bos perusahaan itu terkejut melihat Honda yang ternyata masih terlalu kecil untuk dipekerjakan sebagai pegawai di pabriknya. Tetapi karena tidak tega untuk memulangkannya kembali, maka Honda pun diserahi pekerjaan lain; mengasuh anak bungsu bos perusahaan itu.

Honda kecewa, namun ia tak patah semangat. Ia rela menerima pekerjaan itu, sambil berpikir suatu saat nanti ia pasti akan memperoleh kesempatan bekerja di pabrik itu jika waktunya sudah tepat.

Maka begitulah, sambil menggendong anak bosnya yang masih kecil itu kesana-kemari, Honda pun bebas berkeliaran ke setiap sudut bengkel reparasi pabrik milik bosnya dan mengamati dengan cermat segala pekerjaan yang sedang ditangani orang. Karena ketekunannya memperhatikan, Honda pun merasa sudah bisa melakukan segala sesuatu yang dilakukan orang-orang yang bekerja di pabrik itu.

Waktu itu bisnis sedang tumbuh pesat, permintaan pasar begitu besar, sementara jumlah produksi terus kurang memadai. Majikan Honda pun kemudian berpikir bahwa mungkin inilah saat yang tepat untuk mempekerjakan Honda untuk menambah jumlah tenaga kerja agar bisa memperbanyak produksi.

Hari ketika pertama kali menerima pakaian kerjanya dirasakan Honda sebagai hari besar; akhirnya ia bisa bekerja di dunia permesinan yang selama ini amat mempesonakannya! Bocah lelaki ini segera saja memperlihatkan bahwa ia akan bisa menjadi ahli mesin yang baik. Setiap suara mesin yang mencurigakan, setiap oli yang bocor, setiap karburator yang tidak beres, tak pernah luput dari perhatiannya.

Enam tahun lamanya ia bekerja di sebuah tempat yang baginya sangat menyenangkan itu.

Melihat hasil kerja Honda yang memuaskan, bosnya kemudian memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepadanya. Honda diminta untuk kembali ke kotanya, dan diminta membuka cabang perusahaan di sana. Tidak perlu dikatakan, Honda sangat bersemangat menerima tawaran ini, terutama karena ia akan bisa berkumpul lagi dengan keluarganya yang selama ini telah ia tinggalkan.

Rupanya, kota kelahiran yang telah ditinggalkan Honda selama bertahun-tahun itu telah mengalami banyak perubahan. Honda mengira dialah satu-satunya yang akan membuka bengkel mesin di kotanya, tetapi rupanya sebelum itu sudah ada dua bengkel besar yang telah beroperasi di kotanya.

Honda kemudian mencari cara terbaik untuk bisa tetap membuka bengkelnya, sekaligus mengalahkan saingan-saingannya. Ia segera menemukan dua cara. Pertama; ia harus bersedia melakukan pekerjaan-pekerjaan reparasi yang ditolak oleh bengkel-bengkel lain, dan kedua; ia harus bisa bekerja secepat mungkin dengan hasil yang sebaik mungkin agar si pemilik mobil bisa segera memakai mobilnya kembali.

Dengan dua resep sukses semacam itu, dalam waktu singkat bengkel milik Honda segera memperoleh cap yang baik dari para pelanggannya. Tentu saja, ia seringkali terpaksa bekerja sampai semalam suntuk agar besok pagi mobil yang direparasinya sudah bisa diambil oleh pemiliknya. Tetapi ia suka melakukan pengorbanan semacam itu, karena ia tahu bahwa masa depan yang baik menuntut bukan saja perjuangan, tetapi juga pengorbanan.


 
;