Jumat, 01 April 2011

Batman, Sang Manusia

Ada bahaya khusus dalam sebuah perang yang dikomando Tuhan.
Bagaimana kalau Tuhan ternyata harus kalah?
—Garry Willis


Bruce Wayne itu mirip dengan Siddharta Gautama—setidaknya itulah kesan saya ketika menyaksikan film ‘Batman Begins’.

Siddharta Gautama adalah pangeran di kerajaannya, Bruce Wayne dianggap pangeran di Gotham City, karena anak tunggal konglomerat paling kaya di sana. Siddharta Gautama dijauhkan dari segala macam keburukan dunia, Bruce Wayne hidup dalam kemewahan orangtuanya yang laksana surga.

Siddharta Gautama mulai menyelami arti kehidupan ketika menyaksikan orang berusia tua, orang sakit, dan orang yang mati. Bruce Wayne terjun ke dunia hitam untuk menyelami kejahatan dan untuk mengetahui mengapa orang menjadi jahat, setelah mengalami trauma atas pembunuhan orangtuanya.

Siddharta Gautama memperoleh pencerahan—enlightenment—dan kemudian ia menjadi sang Buddha. Bruce Wayne memperoleh pemahaman tentang cara mengalahkan kejahatan—yakni dengan menciptakan simbol—dan ia berubah menjadi Batman.

Ketika usianya beranjak dewasa, Bruce Wayne tetap belum mampu melupakan trauma atas kematian orangtuanya yang dibunuh perampok. Ia bertanya-tanya, mengapa ada orang yang sampai membunuh hanya karena keinginan mendapatkan uang yang tak seberapa? Dengan segala kenaifannya sebagai bocah kaya raya, Bruce Wayne tidak bisa memahami mengapa ada orang yang menjadi jahat.

Karena kegelisahannya itu, dia pun mencoba menyelami kejahatan—menjadi pencuri, perampok, menjadi orang jahat—demi untuk bisa menyelami kejahatan dan menemukan jawaban mengapa orang bisa menjadi jahat. Sampai kemudian dia tertangkap di Cina karena perampokan yang dilakukannya, dan dijebloskan ke penjara. Lucunya, barang yang dirampoknya ternyata adalah produksi Wayne Enterprise—perusahaan miliknya sendiri.

Di penjara itulah titik awal perubahan hidup Bruce Wayne. Ketika dia dikurung dalam sel isolasi karena perkelahian antar napi, seseorang bernama Ra’s Al Ghul menemuinya. Ra’s Al Ghul mengenal siapa Bruce Wayne, dan dia tahu bahwa Bruce bukanlah penjahat atau orang jahat. Kepada Bruce Wayne, Ra’s Al Ghul menawarkan cara untuk menghancurkan kejahatan.

Bruce Wayne tertarik. Dan dengan kekuasaan Ra’s Al Ghul, Bruce pun dibebaskan dari penjara. Sejak itulah Bruce bergabung dengan Ra’s Al Ghul, dan berlatih segala macam ilmu bela diri, demi tujuan untuk membasmi kejahatan sebagaimana yang telah ia bicarakan dengan Ra’s Al Ghul sebelumnya.

Tetapi di dalam tujuan itulah terjadi perbedaan visi yang amat penting—antara Bruce Wayne dengan Ra’s Al Ghul—suatu perbedaan yang bahkan mengubah mereka menjadi musuh yang saling mematikan.

Bagi Ra’s Al Ghul, menghancurkan kejahatan artinya menghancurkan semua hal yang berhubungan dengan kejahatan itu—manusianya, kota tempat tinggalnya, lingkungannya, peradabannya, serta seluruh hal yang ada di sekelilingnya—untuk kemudian dibangun visi yang baru, kehidupan yang baru.

Sementara bagi Bruce Wayne, menghancurkan kejahatan artinya menghancurkan kejahatan itu sendiri, tanpa harus menghancurkan manusianya. Dalam visi Bruce Wayne, kemanusiaan dan kejahatan adalah dua hal yang berbeda—kejahatan memang harus dihancurkan, tetapi kemanusiaan harus tetap diselamatkan.

Pada waktu itu, Gotham City telah menjadi kota yang sangat korup, kotor, buas, sekaligus menjijikkan. Kota ini diperintah pejabat yang korup, penguasa yang korup, polisi yang korup, dan masyarakatnya saling tikam karena kelaparan akibat pemerintah mereka hanya mau memperkaya diri sendiri. Sementara itu, para penjahat beroperasi dengan lancar, bahkan pemimpin mafia bertingkah bak raja di sana, karena semua pejabat dan polisi dan hakim dan pengadilan di Gotham City telah dibelinya.

Ra’s Al Ghul ingin menghancurkan Gotham City, karena menurutnya kota ini tidak bisa lagi diselamatkan. Dan dia yakin dapat melakukan hal itu, karena dia pemimpin Pasukan Kegelapan—sebuah organisasi yang menganggap keberadaan mereka sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Bagi Ra’s Al Ghul, satu-satunya cara memperbaiki kerusakan di Gotham City adalah dengan menghancur-leburkan semuannya, dengan harapan tumbuh tunas baru yang lebih baik.

Seperti yang dikatakan Ra’s Al Ghul sendiri, “Pasukan Kegelapan sudah ribuan tahun memerangi kebejatan manusia. Kami menghancurkan Roma. Kami mengisi kapal dengan tikus pes. Kami membakar London. Setiap peradaban mencapai puncak maksiat, kami seimbangkan lagi.”

Tetapi Bruce Wayne tidak bisa menerima visi semacam itu. Jika Gotham City memang telah rusak parah, selalu ada cara untuk membenahinya tanpa harus menghancurkan masyarakat dan peradabannya. Perangi orang-orang yang jahat, tapi biarkan orang-orang baik tetap selamat. “Gotham masih bisa diselamatkan,” kata Bruce Wayne. “Beri waktu. Di sini masih banyak warga yang baik.”

Di dalam komunitas penggemar filsafat, ada anekdot yang menyatakan, “Orang yang menganggap dirinya wakil Tuhan, sama konyolnya dengan orang yang menganggap dirinya wakil setan.”

Ra’s Al Ghul beserta pasukannya menganggap diri mereka wakil Tuhan—tanpa mau sedetik pun merenungkan bahwa jangan-jangan mereka wakil setan. Mereka terlalu percaya diri, seolah Tuhan hanya milik mereka, seolah Tuhan benar-benar mengutus mereka.

Bruce Wayne tidak mau terjebak dalam kekonyolan seperti itu. Dia ingin tetap menjadi manusia—tidak mengklaim diri sebagai wakil Tuhan, juga tidak ingin menjadi setan. Ketika dia menjadi Batman dan memerangi kejahatan yang terjadi di Gotham, dia berdiri sebagai manusia—tidak merasa dirinya suci, pun tidak menilai dirinya sekotor kejahatan yang diperanginya.

Di balik jubah Batman yang hitam, Bruce Wayne tetaplah manusia—dan ia ingin tetap menjadi manusia.

Dan peperangan itu pun dimulai. Ra’s Al Ghul, sang “wakil Tuhan”, bertarung dengan Batman, sang manusia, di dalam kereta api yang melaju cepat membawa senjata kimia mematikan. Ini perang yang amat menentukan—karena Ra’s Al Ghul berperang atas nama Tuhan. Dan seperti yang dikhawatirkan Garry Willis, “Bagaimana kalau Tuhan ternyata harus kalah?”

Batman, dengan segala kedaifannya sebagai manusia, berhasil mengalahkan Ra’s Al Ghul, sang pemimpin Pasukan Kegelapan, orang yang mengklaim dirinya sebagai wakil Tuhan. Ketika kereta api itu terus melaju menuju maut, dan Batman telah terbang ke langit, Ra’s Al Ghul memejamkan matanya, dan menjemput kematiannya. Mungkin dia meyakini sesaat lagi akan sampai di surga.

Tetapi kemudian kereta api itu meledak, hancur… dan nyala api yang panas berkobar menghanguskannya.

 
;