Sabtu, 23 April 2011

Isaac Newton Kurang Gaul

Alam dan hukum alam tersembunyi di balik malam.
Tuhan berkata, biarlah Newton ada! Dan semuanya akan terang benderang.
—Dari Sebuah Papirus


Para sejarawan atau penulis profil Newton sering kali bersikap tidak adil. Mereka menggambarkan sosok Newton dengan nada “olok-olok”, karena pada kenyataannya Isaac Newton memang “kurang gaul”. Bahkan Stephen Hawking pun melakukan “olok-olok” semacam itu terhadap Newton. Ketika dia menulis ‘A Brief History of Time’, Hawking menggambarkan profil Newton dalam satu halamannya, dan nada “olok-olok”nya jelas terasa.

Kita tahu siapa Newton—inilah bocah jenius yang menemukan hukum gravitasi hanya gara-gara menyaksikan apel jatuh dari pohonnya. Ada ribuan atau bahkan jutaan orang yang pernah memelototi apel jatuh, tapi siapakah selain Newton yang terinspirasi oleh hal itu?

Dunia mengenal Isaac Newton sebagai orang hebat, bahkan Michael Hart menempatkannya sebagai orang kedua setelah Nabi Muhammad dalam “daftar 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah”. Michael Hart adalah peneliti yang sangat cermat—dan buku yang disusunnya itu didasarkan pada penelitian yang sangat komprehensif. Karenanya, penempatan Newton di “ranking kedua” dengan jelas memperlihatkan sepenting apa peran Newton bagi dunia.

Namun, seperti yang telah disinggung di atas, Isaac Newton adalah tipe orang yang “kurang gaul”. Newton bukan pribadi yang murah senyum atau gampang bercanda, pendeknya dia bukan orang yang akan kita ajak menikmati kopi sambil ngobrol di kedai Starbucks. Orang yang sangat gelisah—itulah Newton.

Selama kuliah dan kemudian berhubungan dengan sesama ilmuwan, Newton dikenal sebagai orang yang sulit bergaul. Tidak jarang ia bahkan berdebat sengit dengan rekan sejawatnya atas beberapa hal menyangkut keilmuwan. Beberapa temannya bahkan menyebut Newton sebagai “orang yang suka bertengkar”.

Sebagai guru, Newton juga bukan pengajar yang asyik atau menyenangkan—banyak mahasiswanya yang tidak masuk kelas untuk menghadiri kuliah Newton. Dan ketika di kelas ada mahasiswa yang siap mengikuti kuliahnya, Newton akan lebih sering berbicara menghadap tembok daripada menghadapi para mahasiswanya.

Tetapi inilah orang yang telah membuka mata dunia atas rahasia-rahasia alam semesta yang sebelumnya tak terungkap, yang sebelumnya tak terlihat, yang sebelumnya tak terpahami. Lalu apa lagi yang kita harapkan dari seorang Isaac Newton...??? Tidakkah itu saja sudah cukup untuk menjadikan kita mengucapkan terima kasih kepadanya? Jadi mengapa harus berpikir seolah-olah Newton tidak boleh memiliki kekurangan apa pun?

Apakah kita mengharapkan Newton sebagai sosok gaul yang suka menghabiskan malamnya di kafe atau mojok dengan cewek di ruang karaoke? Apakah kita mengharapkan Newton seperti cowok-cowok funky yang menghabiskan hidupnya untuk nongkrong di bengkel demi untuk memodifikasi mobilnya? Oh, come on, yang benar saja!

Bahwa Newton kadang bertengkar dengan orang lain—itu fakta. Tapi siapakah laki-laki di dunia ini yang tidak pernah bertengkar seumur hidupnya...??? Bahwa Newton kadang berselisih dengan orang lain—itu fakta. Tapi siapakah orang di dunia ini yang tidak pernah berselisih dengan orang lain seumur hidupnya...???

Pada dasarnya, Isaac Newton memang kurang gaul, karena dia seorang introver. Karena hal itu pulalah yang menjadikannya lebih akrab dengan rahasia alam dan ilmu pengetahuan dibanding dengan orang lain. Seumur hidupnya, Newton hanya memiliki sedikit teman dekat, karena dia kurang bisa bergaul. Tetapi, alam semesta tahu, bahwa sosok kurang gaul ini telah menyalakan cahaya yang terangnya tidak padam hingga berabad-abad lamanya.

Dunia ini tidak sempurna—begitu pula manusia yang hidup di dalamnya. Sebagian dari mereka bisa merupakan orang yang sangat menyenangkan, tapi tidak tahu apa-apa. Sebagian lain adalah orang yang menyebalkan, tetapi kita tahu kita perlu belajar kepadanya. Sebagian kecil lagi mungkin perpaduan keduanya, tetapi kita tidak bisa mengenal apalagi mendekatinya.

Tidak ada yang sempurna—tidak ada guru yang sempurna, tidak ada murid yang sempurna, tidak ada kawan yang sempurna, tidak ada pasangan yang sempurna, tidak ada orangtua yang sempurna, tidak ada anak yang sempurna, tidak ada apa pun yang sempurna di bawah matahari—karena itulah esensi kehidupan dunia.

Karenanya, mengharapkan Isaac Newton bisa menemukan teori gravitasi sambil dia jalan-jalan di mall atau ikut kebut-kebutan di jalanan, itu sama halnya dengan mengharapkan orangtua yang mau duduk diam mendengarkan nasihat anaknya! Mungkin saja bisa terjadi—tapi itu kemungkinan yang nyaris mustahil, bahkan tak terbayangkan!

Para sejarawan suka mengolok-olok Newton—tapi kita di masa kini pun ternyata juga melakukan hal yang sama. Kita mengolok-olok Newton, atau setidaknya mengolok-olok orang yang bisa jadi akan sehebat Newton. Di novel-novel, di film-film, bahkan di dalam iklan-iklan tolol, orang yang memiliki sifat seperti Newton selalu menjadi bahan olok-olok—sosok kurang gaul, tidak keren, yang sebaiknya dijauhi dan dikucilkan.

Di novel, sinetron, film, ataupun iklan, orang-orang yang serius menuntut ilmu dan para kutubuku selalu digambarkan sebagai sosok yang konyol, cupu, menyebalkan, ketinggalan zaman—pendeknya bukan orang yang layak ditiru atau dijadikan kawan. Lalu dunia macam apa yang sesungguhnya kita harapkan?

Ketika Bill Gates masih kuliah, dia juga sering diolok-olok sebagai cowok kurang gaul, karena keseriusannya dalam melakukan penelitian dan kegilaannya dalam mencintai perangkat lunak. Tapi sekarang dunia melihat, bahwa cowok kurang gaul ini mencapai kesuksesan jutaan kali lipat dibanding mereka yang dulu mengolok-oloknya. Tanpa cowok “kurang gaul” ini, dunia mungkin masih akan berkutat di mesin ketik, dan internet mungkin hanya ada dalam dunia fiksi.

Mungkin sungguh hebat jika Isaac Newton memiliki kejeniusan sekaligus suka cengengesan. Tetapi, seperti yang dikatakan Homer pada 700 tahun sebelum Masehi, “Kau jelas tak bisa unggul seorang diri dalam segala hal, sebab dewata memberikan bakat berperang kepada seseorang, menari kepada yang lain, menulis lirik kepada yang lain lagi, dan Zeus yang bijaksana itu pun memberikan pikiran yang baik kepada yang lainnya.”

Dua puluh tujuh abad setelah Homer menyatakan kata-kata itu, Ralph Waldo Emerson yang bijaksana menyatakan, “Setiap orang yang kutemui memiliki kelebihannya sendiri, dan dari situlah aku belajar kepadanya.”

Jika Emerson yang arif, cerdas, dan bijaksana saja merasa perlu belajar pada orang lain, karena mengakui dan menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihannya sendiri-sendiri, apalagi kita...?

Biarkan Elvis Presley menggoyang dunia, biarkan Justin Bieber memukau kita, tapi biarkan pula Isaac Newton menekuni buku-bukunya!

 
;