Rabu, 17 Agustus 2011

Memiliki Blog itu Seperti Memiliki Anak

Blog, buat saya, adalah media untuk berlatih mencari ide, menulis, juga berbagi apa saja, termasuk ilmu. Seperti halnya hidup, blog merupakan tempat kita berlatih yang begitu luas, dalam kurun waktu yang tak kunjung putus.
Ndoro Kakung, Ngeblog dengan Hati


Memiliki blog itu seperti memiliki anak—setidaknya begitulah yang saya rasakan. Kita membuatnya dari nol, kemudian membesarkannya dengan memberinya makan dalam bentuk posting. Kadang setiap minggu, kadang setiap hari, kadang pula setiap beberapa jam. Akhirnya, blog yang pada mulanya masih bayi itu pun lama-lama tumbuh membesar… dan dewasa. Sesuatu yang pada mulanya tidak ada menjadi ada, dan dikenal orang-orang lainnya.

Sama seperti memiliki anak, ada orang yang lebih suka hanya memiliki satu anak—biasanya beralasan karena ingin memberikan seluruh perhatian pada si anak tunggal. Ada pula yang lebih suka memiliki dua, tiga, atau beberapa anak—biasanya berprinsip “banyak anak banyak rezeki”. Ada pula yang suka sekali membuat anak, tapi kemudian menelantarkannya—jenis terakhir ini hanya suka bikin tapi tak mau repot, hehe…

Omong-omong soal anak, eh, omong-omong soal blog, saya jadi ingat saat-saat awal membuat blog ini. Dulu, saya membuat blog ini dengan template standar dari Blogger. Berbeda dengan template standar sekarang yang tampak cantik bahkan mewah, template Blogger zaman dulu bentuknya benar-benar unyu (baca: lugu).

Sama seperti melahirkan dan membesarkan anak, saya juga membangun blog ini dari nol, dengan perlahan-lahan, hari demi hari, hingga akhirnya jadi seperti ini. Sekarang, di blog ini terkumpul lebih dari 500 (lima ratus) posting—jumlah yang tentu tak bisa dibilang sedikit. Kadang, kalau pas lagi iseng, saya melihat-lihat blog ini sendirian di tengah malam, membuka-buka postingnya, kemudian bengong dan berpikir, “Oh, nggak nyangka aku udah nulis sebanyak ini…”

Suatu hari, berbulan-bulan yang lalu, seorang teman mengirim SMS yang isinya seperti ini, “Edan! Blogmu sekarang udah dapet sitelink ya.”

Waktu itu saya belum tahu sitelink itu apa. Jadi dengan lugu saya membalas SMS itu, “Jangan maki-maki dulu! Sitelink itu apa?”

Lalu teman saya pun menjelaskan definisi sitelink dengan bahasa awam (karena saya memang awam dalam hal beginian). Menurutnya, sitelink adalah penghargaan khusus dari Google yang diberikan untuk blog-blog tertentu yang dianggap layak mendapatkannya. (Kalau kalian ingin tahu lebih jauh mengenai sitelink, silakan tanyakan pada orang lain yang lebih berkompeten, ya).

Intinya, menurut teman saya, Google memberikan sitelink kepada blog-blog tertentu yang dianggap memuat kata kunci unik, memiliki posting-posting orisinal sekaligus banyak dicari, dan—tentu saja—memiliki trafik yang tinggi. Berbeda dengan PR atau ranking Alexa yang dapat diakali atau dicurangi, sitelink benar-benar murni—ia sesuatu yang diberikan untuk blog yang memang dibangun dengan kejujuran dan tumbuh secara alami. Sistem penilaian untuk sitelink ini, hanya Tuhan dan Google saja yang tahu.

Ketika mendengar penjelasan itu, tiba-tiba saya merasa ingin mencium Google. :D

Tentu saja saya ngeblog tidak untuk bertujuan mendapat sitelink. Wong tahu bahwa blog ini ada yang baca saja sudah membuat saya terkejut. Tetapi fakta bahwa Google memberikan apresiasi semacam itu, mau tak mau, membuat saya terharu. Ini seperti… well, ini seperti kalau kau membesarkan seorang anak yang kausayangi tanpa berharap macam-macam, dan tiba-tiba mendengar bahwa anakmu mendapatkan prestasi yang tak pernah kausangka-sangka.

Kira-kira begitulah yang saya rasakan. Dan tiba-tiba saya merasa jadi orang tua yang telah menunaikan kewajiban dengan baik—yakni membesarkan anaknya dengan benar, hingga si anak benar-benar jadi orang. Halah!

Terus-terang, banyak hal yang telah saya dapatkan dalam perjalanan ngeblog selama ini. Meski blog ini adalah blog yang hening, dalam arti tidak menyediakan kolom komentar bagi pembaca atau pengunjungnya, tapi saya bersyukur ada cukup banyak pembaca blog ini yang mau meluangkan waktu untuk menyapa saya melalui email—dan dari sana saya mendapatkan banyak sahabat serta teman-teman baru.

Nah, omong-omong soal komentar di blog, kadang-kadang saya juga merasa telah berlaku tidak adil kepada pembaca. Meski membuka atau menutup kolom komentar adalah hak setiap blogger, tetapi saya menyadari bahwa ada kalanya seseorang membaca tulisan kita, dan kemudian ingin menyatakan atau menyampaikan sesuatu—entah berupa sanggahan, koreksi, ataupun pujian.

Karena itulah selama beberapa bulan terakhir ini, saya memikirkan cara yang dapat dijadikan sebagai jalan tengah. Dan jalan tengah yang kemudian saya anggap paling baik adalah membuat blog baru yang dapat dikomentari secara bebas.

Tetapi kemudian saya bingung. Kalau mau membuat blog lain, mau diisi apa blog baru itu? Kalau isinya sama dengan blog ini, maka percuma saja membuat blog baru. Karenanya, jika saya harus membuat blog lain, maka isi dan materinya harus seratus persen berbeda dengan blog ini. Lebih dari itu, saya ingin pembaca saya kali ini benar-benar terlibat dalam setiap post di blog tersebut.

Kalau kalian membaca posting sebelumnya, kalian pasti ingat kalau saat ini saya sedang memikirkan cara untuk dapat mengintegrasikan blog dengan Formspring. Saya menilai konsep Formspring itu sangat bagus, karena interaktif. Nah, pe-er saya selama ini adalah mencari cara memanfaatkan Formspring untuk blogging. Jika saya mampu memadukan kedua hal itu—blog dengan Formspring—saya yakin hasilnya pasti akan unik.

Dan sekarang blog baru yang saya bayangkan itu telah benar-benar lahir. Namanya Belajar Sampai Mati.

Seperti yang saya inginkan, blog baru itu benar-benar berbeda dengan blog ini. Jika blog ini lebih bersifat pemikiran, maka blog baru itu lebih bersifat pengetahuan praktis. Jika blog ini bersifat monologis, maka blog yang baru bersifat dialogis. Jika blog ini tak bisa dikomentari, maka blog yang baru bebas dikomentari. Yang lebih unik lagi, pembaca blog itu akan terlibat langsung dalam setiap tulisan yang diposting di sana.

Jadi beginilah konsep blog Belajar Sampai Mati—pengunjung/pembaca blog dapat memasukkan pertanyaan apa pun ke dalam kolom pertanyaan yang disediakan di sana, dan kemudian saya akan menjawabnya dalam bentuk posting, berdasarkan jawaban ilmiahnya. Dengan begitu, maka semua materi yang saya posting di blog tersebut adalah materi unik yang memang diinginkan dan dibutuhkan pembaca.

Selain itu, cara ini jauh lebih mudah dan lebih praktis dibanding mengirim email. Melalui blog baru tersebut, pengunjung/pembaca dapat memasukkan (mengetikkan) pertanyaan di kolom khusus yang disediakan di blog, lalu tinggal klik tombol send. Selesai. Jika ingin memasukkan pertanyaan lain, tinggal ketikkan pertanyaan lain, lalu klik tombol send lagi. Bahkan, nilai plusnya, orang dapat memasukkan pertanyaan melalui kolom khusus tersebut tanpa merasa malu atau segan, karena bersifat anonim.

Pertanyaan yang seaneh, selucu dan sekonyol apa pun, akan dijawab dan dibahas secara ilmiah berdasarkan perspektif akademisi, kecuali kalau memang tidak ada jawaban ilmiahnya. Setelah itu saya akan mempostingnya di blog. Berbeda dengan tanya-jawab di Formspring yang tidak bisa dikomentari secara bebas, maka tanya-jawab di blog tersebut dapat dikomentari semua pembaca.

Melalui kolom komentar pula, pembaca dapat memberikan tambahan jika jawaban saya kurang lengkap, atau mengoreksi jika ternyata ada kekeliruan, atau bahkan menyanggah jika ternyata ada jawaban lain selain versi jawaban saya. Aktif, interaktif, sekaligus mencerdaskan—itulah visi blog Belajar Sampai Mati.

Sebagai langkah awal, saya telah memposting pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya ada di inbox email saya. Nantinya, sambil jalan, pertanyaan-pertanyaan yang saya posting di sana hanya pertanyaan-pertanyaan yang dimasukkan di kolom pertanyaan di blog tersebut. Bagi saya, ini adalah blog versi 101—penggabungan mengasyikkan antara Formspring dengan blogging!

Nah, cukup cuap-cuapnya, sekarang ayo kita kunjungi blog baru… :D

 
;