Senin, 31 Oktober 2011

Saya Menulis Catatan ini Dalam Kondisi Stres Berat, jadi Sebaiknya Jangan Baca Catatan ini jika Tidak Ingin Ikut Stres Berat

—ditulis di sebuah lobi, bersama empat batang rokok

Sesi pertama acara itu selesai tepat pukul 12.00 siang, dan orang-orang yang ada di dalam ruangan itu segera menghambur ke deretan meja tempat es krim disediakan. Ada sebagian kalangan yang meyakini bahwa es krim adalah sarana ampuh untuk “terapi mendinginkan kepala”—silakan cari sendiri sumber ilmiahnya. Jadi, dalam acara-acara seperti siang itu, berkilo-kilo es krim pun dibawa ke sana, siap mendinginkan kepala-kepala yang panas setelah memikirkan hal-hal berat.

Saya pun mengambil semangkuk es krim, lalu membawanya ke luar, untuk mencari tempat yang membebaskan saya merokok. Di sebuah lobi yang kosong, saya duduk, menghabiskan es krim, lalu menyulut rokok. Siang yang hebat, pikir saya sambil merasakan kepala yang berdenyut. Saya menyandarkan punggung dan kepala, lalu menikmati asap rokok.

Asap rokok itu hampir mencekik tenggorokan ketika seorang anak perempuan kecil tiba-tiba berdiri di hadapan saya. Bagaimana bocah ini bisa sampai di sini, pikir saya dengan bingung. Saya menegakkan duduk, dan menatap sesosok tubuh kecil, dengan pakaian dekil, menatap ke arah saya. Entah bagaimana caranya, bocah ini telah menerobos sepasukan sekuriti di depan, dan entah bagaimana caranya pula ia sekarang bisa berdiri di hadapan saya.

Anak perempuan itu berkata takut-takut, “Om, kasih uangnya, Om…”

Mengingat tempat saya berada waktu itu, saya masih belum yakin kalau sekarang sedang berhadapan dengan pengemis. “Ya…?” ujar saya dengan bingung.

“Minta uang, Om,” ulang anak kecil itu. “Udah dua hari saya belum makan…”

Saya bukan orang yang welas asih. Tetapi melihat sesosok bocah perempuan kecil berpakaian dekil yang mengatakan belum makan dua hari membuat hati saya menangis. Saya pernah mengalami masa-masa kelaparan, dan saya pun tahu seperti apa perihnya menahan lapar. Jadi, saya pun segera merogoh dompet, dan memberikan uang untuknya—dan diam-diam berdoa semoga itu cukup untuk mengenyangkan perutnya.

Anak perempuan itu memandangi uang di tangannya dengan mata berbinar. Dan hati saya semakin menangis. Saya pernah mengalami masa-masa ketika sangat membutuhkan uang, ketika saya merasa sanggup membunuh demi untuk bisa mendapatkan uang agar bisa makan. Jadi, sebelum anak perempuan kecil itu berlalu, tanpa sadar saya segera menahannya.

“Kamu mau es krim?”

Bocah perempuan itu menatap saya dengan pandangan berharap. Di telinganya, mungkin tawaran es krim terdengar seperti tawaran dari surga.

Saya pun mencoba tersenyum, dan berkata, “Duduk di sini. Akan kuambilkan es krim.”

Bocah itu duduk. Saya segera masuk ke ruangan, mengambil satu mangkuk es krim, lalu menyerahkannya pada bocah perempuan tadi. Dia melahap es krimnya dengan rakus, seolah besok sudah kiamat dan tidak akan ada es krim lagi. Jadi rupanya dia benar-benar kelaparan, batin saya dengan ngilu.

Setelah menghabiskan es krim di mangkuknya hingga bersih, bocah perempuan itu berkata dengan bingung, “Makasih, Om.” Lalu pergi dengan langkah-langkah ringan, meninggalkan saya yang terduduk di lobi lengang, bersama sebatang rokok yang kian menipis.

Saya tidak tahu siapa bocah perempuan itu. Saya bahkan tidak tahu bagaimana cara bocah itu bisa menembus gedung yang dijaga sepasukan sekuriti di depan gerbang, hingga bisa masuk ke jantung ruangan. Lebih dari itu, saya tidak tahu di mana alamatnya, siapa orangtuanya, dan mengapa dia bisa sampai terlahirkan ke dunia. Yang saya tahu, batang rokok saya telah habis, dan saya harus menyulut sebatang lagi.

Sambil menikmati kepulan asap rokok, saya bertanya-tanya dalam hati, apakah bocah perempuan tadi meminta dilahirkan ke dunia? Tanpa harus membaca Immanuel Kant, saya yakin bocah kecil berpakaian dekil itu tidak pernah minta dilahirkan ke dunia. Lalu bagaimana ia bisa sampai terlahirkan ke dunia? Tentu saja karena ada sepasang manusia—lelaki dan perempuan—yang menginginkannya lahir ke dunia!

Saya kembali membayangkan bocah perempuan tadi. Usianya mungkin baru delapan, sembilan, atau sepuluh tahun. Wajahnya kotor, pakaiannya dekil, tubuhnya kurus, tatapan matanya kuyu. Saya juga masih ingat suaranya saat mengatakan dirinya belum makan dua hari. Saya membayangkan alangkah malangnya bocah perempuan itu. Ia tidak pernah minta dilahirkan ke dunia, tetapi dia kemudian dilahirkan ke dunia untuk menerima kesusahan dan penderitaan dan kelaparan dan kemalangan dan kesepian….

Nah, saya bertanya-tanya lagi dalam hati, kenapa ada orang yang tega-teganya melahirkan seorang anak hanya untuk memberinya kepahitan hidup? Mengapa ada orang tua yang melahirkan anak, jika tidak bisa memberikan tangung jawab yang layak untuk anaknya?

Setiap anak yang terlahir ke dunia tidak pernah minta dilahirkan—mereka dilahirkan karena kehendak orangtuanya. Karenanya, setiap orang tua memiliki tanggung jawab serta kewajiban untuk memberikan kehidupan yang layak kepada setiap anak yang dilahirkannya—meski “kelayakan” adalah hal relatif. Tetapi jika seorang anak dilahirkan hanya untuk merasakan kesusahan dan kelaparan serta penderitaan, itu adalah sebentuk kedhaliman.

Di dalam buku L’existentialisme est un Humanisme, Jean-Paul Sartre menulis, “L’existence précède l’essence.” Keadaan mendahului keberadaan, eksistensi mendahului esensi.

Sartre memang eksistensialis sejati, sehingga bisa melihat secara jernih bahwa eksistensi (memang) berasal dari esensi. Tanpa bermaksud menyederhanakan masalah, sebenarnya itulah inti masalahnya—tepat seperti yang dinyatakan Sartre, bahwa “Keadaan mendahului keberadaan”.

Bocah perempuan kecil tadi adalah “keberadaan”, sementara latar belakang kelahirannya adalah “keadaan”. Keberadaan diciptakan oleh keadaan—dan keadaan memaksa bocah perempuan kecil itu terlahirkan ke dunia. Eksistensi datang melalui esensi, manifestasi tercipta karena kondisi.

Rokok saya habis. Saya ambil sebatang lagi, dan menyulutnya lagi.

Sekarang saya membayangkan l’existence (keadaan) yang melahirkan bocah perempuan kecil tadi. Bersama asap rokok yang mengepul, saya bisa membayangkan sepasang lelaki dan perempuan yang pada mulanya lajang, kemudian memutuskan untuk menikah, karena (mungkin) mereka berpikir harus menikah.

Ketika masih lajang, mungkin mereka diolok-olok masyarakatnya, “Kapan kawin? Kawin kapan?”, sehingga memutuskan untuk cepat-cepat menikah. Setelah menikah, masyarakatnya kembali bertanya-tanya, “Kapan punya anak?” Maka sepasang lelaki dan perempuan itu pun kemudian memutuskan untuk segera punya anak. Dan setelah itu tuntutan masyarakat mereka tidak berhenti, dan mereka terus menuruti tuntutan itu, tak peduli jika tuntutan itu berakibat menelantarkan anak-anak tak berdosa.

“Setiap anak membawa rezekinya sendiri-sendiri,” kata masyarakat mereka. Tetapi fakta bahwa ada jutaan anak yang hidup kelaparan di dunia, dengan jelas membuktikan bahwa doktrin itu hanya omong kosong. Pembela doktrin itu bisa saja mengkambinghitamkan pemerintah yang korup, menyalahkan para kapitalis yang rakus, atau menunjuk sistem sosial yang bobrok. Tetapi, yang jelas, “L’existence précède l’essence.”

Keadaan mendahului keberadaan, eksistensi mendahului esensi.

Sistem masyarakat sendirilah yang sesungguhnya melahirkan anak-anak malang itu, sehingga anak-anak yang sebenarnya tidak minta dilahirkan terpaksa dilahirkan. Sistem masyarakatlah yang—tanpa sadar—telah memaksa seorang lelaki dan perempuan untuk menikah tanpa peduli bagaimana keadaan mereka, dan kemudian memaksa mereka untuk melahirkan anak-anak yang dilahirkan hanya untuk menanggung kepahitan hidup, kelaparan, kedinginan, dan kesepian.

Segala sesuatu dalam hidup diciptakan untuk dipilih—bukan untuk dipaksakan. Tetapi sistem masyarakat telah menjadikan “pilihan” menjadi sebentuk “pemaksaan”. Ironisnya, salah satu hal yang dilahirkan dalam pemaksaan itu adalah anak-anak kelaparan, yang ditikam penderitaan.

For You

Sampeyan benar-benar bijaksana, Mbakyu…!

*love you*

Minggu, 30 Oktober 2011

Oke, Ini tentang Telkomsel

Kesalahan terbesar yang sering kali dilakukan perusahaan adalah terlalu fokus pada keuntungan, tetapi mengabaikan keluhan pelanggan.
Peter F. Drucker,
pakar bisnis dan manajemen


Para pembaca blog ini mungkin sudah menunggu hasil perkembangan layanan internet SimPATI Telkomsel setelah sebelumnya saya dua kali menulis keluhan terbuka di blog ini. Dan saya juga sudah menjanjikan untuk menulis post ketiga yang akan memberitahukan apakah Telkomsel sudah memperbaiki layanannya, ataukah masih bosok seperti sebelumnya.

Sejujurnya, saya agak bingung menulis post ini. Dalam seminggu terakhir (sejak saya menulis post: Potret Bosok Telkomsel SimPATI), layanan internet SimPATI memang dapat dikatakan tidak ada perubahan—tetap menjengkelkan sekaligus merugikan, karena proses download yang saya lakukan terus-menerus gagal di tengah jalan. Lebih dari itu, jaringan yang mereka berikan juga terus-menerus EDGE, sehingga praktis layanan internet SimPATI tidak dapat digunakan.

Nah, dalam dua hari terakhir (tanggal 28 dan 29 Oktober 2011), sepertinya Telkomsel sudah berusaha memperbaiki layanan internetnya. Dalam seminggu terakhir saya terus-menerus mencoba menggunakan layanan paket FUN Night, dan dalam dua hari terakhir bisa dikatakan layanan internet mereka sudah membaik, dalam arti proses download yang saya lakukan cukup lancar.

Perhatikan kata “cukup” di atas. Saya baru bisa menyatakan “cukup lancar”, karena tingkat kelancarannya tetap masih kurang baik—jika dibandingkan ketika saya baru menggunakan layanan ini berbulan-bulan lalu. Dalam dua hari terakhir, proses download yang saya lakukan tidak lagi terputus di tengah jalan, namun kecepatannya sering kali jauh dari kecepatan yang dijanjikan (2 Mbps).

Selain itu, jaringan internet SimPATI saya baru mendapatkan sinyal 3G/HSDPA setelah pukul satu lebih. Sebelum pukul satu dini hari, saya hanya mendapatkan jaringan EDGE, sehingga jangankan bisa melakukan download, bahkan membuka Google atau inbox di Gmail saja susahnya minta ampun. Padahal, di dalam iklan FUN Night, dinyatakan dengan jelas dan gamblang bahwa paket tersebut dapat digunakan sejak pukul 00:01. Namun, dalam praktiknya, saya baru bisa menggunakan paket tersebut setelah pukul satu lebih.

Jika mengacu pada pengalaman teman-teman saya yang menggunakan layanan internet SimPATI, diperoleh keterangan bahwa sinyal internet SimPATI terus-menerus EDGE sepanjang hari, sehingga praktis tidak bisa digunakan untuk berinternet. Namun fokus keluhan saya dalam rangkaian catatan di blog ini hanya pada paket FUN Night.

Mengenai layanan internet SimPATI di luar FUN Night, saya tidak tahu karena saya tidak lagi menggunakan internet SimPATI sejak mereka memberlakukan terminate session yang saya anggap sebagai kecurangan atau kebijakan yang “seenaknya sendiri” karena sebelumnya tidak ada keterangan mengenai hal itu.

Karenanya, saya berharap Telkomsel terus memperbaiki kekurangan di atas, sehingga saya—dan para pelanggan yang lain—dapat menikmati paket FUN Night sebagaimana yang dijanjikan dalam iklannya, juga agar proses download yang kami lakukan bisa terus lancar dan tidak terputus-putus di tengah jalan, sehingga kami tidak merasa dirugikan.

Saya berharap catatan ini cukup adil bagi semua pihak.

Para pembaca blog ini yang sudah menunggu saya “ngamuk-ngamuk” mungkin akan kecewa dengan catatan ini, tapi terus-terang saya tidak enak hati jika terus marah-marah pada Telkomsel, padahal mereka sedang berusaha memperbaiki diri. Fakta bahwa dua hari terakhir saya dapat menikmati layanan FUN Night dengan lebih baik (meski belum sesuai dengan iklannya) sudah cukup membuktikan bahwa Telkomsel sedang berusaha memperbaiki diri, dan sepertinya sangat tidak bijak jika kita masih marah-marah pada mereka.

Jadi, sekali lagi, saya berharap Telkomsel terus memperbaiki layanannya agar pelanggan tidak merasa tertipu atau kecewa karena mendapatkan sesuatu yang jelas-jelas beda dari iklannya. Jika dalam iklan dengan jelas dinyatakan bahwa paket FUN Night dapat dinikmati sejak pukul 00:01 dan memiliki kecepatan download hingga 2 Mbps, maka tolong, tolong, tolong berikan hal itu.

Karena iklan dibuat untuk menawarkan pelayanan… dan bukan sarana penipuan.


PS:
Agar rangkaian catatan ini tidak terhenti di tengah jalan tanpa kesimpulan yang jelas, saya akan menunggu satu minggu lagi, terhitung sejak dipostingnya catatan ini. Intinya, selama Telkomsel belum memenuhi janjinya sebagaimana yang tertera dalam iklan, sehingga pelanggan merasa dirugikan, saya tidak akan berhenti menulis keluhan terbuka di blog ini.

Jumat, 21 Oktober 2011

Potret Bosok Telkomsel SimPATI

Para raksasa, kau tahu, tidak punya simpati apalagi empati.
Mereka itu kanibal, jahat, sekaligus bodoh!
J.K. Rowling

Saya tidak menyangka kalau perusahaan sebesar Telkomsel ternyata jauh lebih bosok dari yang saya bayangkan. Pada 12 Oktober kemarin, saya menulis post berjudul Telkomsel SimPATI Benar-benar Bosok, yang berisi keluhan terbuka atas bosoknya kualitas internet mereka, sehingga saya terus-menerus mengalami kerugian karena proses download terus-menerus gagal.

Seperti yang sudah saya duga, keluhan terbuka itu tidak mendapat respon positif dari Telkomsel—mungkin karena mereka merasa dirinya terlalu besar, sehingga tak mau repot-repot untuk mengurusi keluhan dari seorang pelanggan. Karena itu pula, saya pun sudah menyiapkan post lain yang akan menindaklanjuti post pertama itu. Namun, untuk menunjukkan itikad baik, saya terlebih dulu mencoba menghubungi Telkomsel, melalui email customer service mereka.

Jadi, pada tanggal 16 Oktober 2011 (empat hari setelah post itu saya tulis), saya mengirim email ke cs@telkomsel.co.id. Berikut ini adalah isi email yang saya kirimkan:


Dear Customer Service Telkomsel,

Saya adalah pelanggan Telkomsel SimPATI yang sering menggunakan paket FUN Night untuk keperluan download. Dulu, sewaktu baru menggunakan paket tersebut, saya cukup puas, karena proses download yang saya lakukan dapat dibilang tak ada masalah. Namun akhir-akhir ini, proses download yang saya lakukan terus-menerus gagal di tengah jalan, bahkan makin hari intensitasnya semakin parah. Saya mulai mengalami masalah ini sejak awal Oktober 2011, sementara teman-teman saya yang juga menggunakan paket FUN Night telah mengalami masalah ini sejak September 2011.

Karena proses download yang saya lakukan mengalami kegagalan terus-menerus, maka jatah kuota yang telah saya bayar dalam paket tersebut terus-menerus berkurang, namun saya tidak mendapatkan apa-apa. Ini tentu sangat mengesalkan sekaligus merugikan. Karenanya, saya telah menuliskan keluhan terbuka atas masalah ini di blog saya, dengan harapan pihak Telkomsel menindaklanjuti keluhan saya tersebut, sehingga dapat memperbaiki layanannya. Jika Anda atau pihak Telkomsel belum membaca keluhan tersebut, Anda bisa membacanya di sini.

Sudah tiga hari catatan itu saya posting di blog, namun layanan internet FUN Night tetap tidak ada perubahan, bahkan makin hari makin parah. Setiap kali saya melakukan download, setiap kali pula proses download itu gagal. Ini jelas bukan sesuatu yang dapat dimaklumi, mengingat kami telah membayarnya. Sebagai konsumen, terus terang saya merasa amat sangat dirugikan atas hal ini. Untuk itu, saya berencana untuk menulis keluhan terbuka lagi di blog saya, agar semakin banyak orang yang membacanya. Namun, sebagai itikad baik, saya sengaja menulis email ini terlebih dulu, sebelum saya menulis keluhan terbuka lagi.

Jadi, inilah yang saya tawarkan; tolong perbaiki layanan internet FUN Night, agar saya dan pelanggan yang lain tidak terus-menerus dirugikan. Jika dalam waktu tiga hari mendatang Telkomsel telah memperbaiki layanan FUN Night (dengan bukti saya dan pelanggan lain bisa melakukan download tanpa terus-menerus gagal seperti sekarang), maka saya akan membatalkan niat saya untuk menulis keluhan terbuka di blog. Namun, jika dalam tiga hari mendatang Telkomsel tetap merugikan pelanggannya dengan bukti proses download dalam paket FUN Night terus-menerus gagal seperti sekarang, maka saya akan memposting keluhan terbuka lagi, yang kali ini jauh lebih keras dari isi posting pertama.

Perlu saya tegaskan di sini, bahwa saya tidak bermaksud meminta ganti rugi atau semacamnya. Yang saya inginkan hanyalah agar saya dan pelanggan lain mendapatkan hak kami tanpa harus dirugikan, agar paket kuota yang telah kami bayar dalam paket FUN Night tidak terbuang percuma karena terus-menerus gagal di tengah proses download. Selama Telkomsel masih merugikan pelanggannya (dengan bukti proses download yang saya lakukan terus-menerus gagal), maka saya tidak akan berhenti menulis keluhan saya secara terbuka di blog, sampai kapan pun.

Demikian, saya berharap keluhan ini mendapatkan tanggapan baik sebagaimana mestinya. Atas perhatian dan kerjasamanya, saya mengucapkan terima kasih.


Sejak saya mengirim email di atas, sampai hari ini belum ada perbaikan apa pun atas layanan internet mereka. Yang ada, makin hari kualitas internet mereka justru semakin parah! Di iklan mereka mengenai paket FUN Night, dengan jelas dan gamblang mereka menjanjikan kecepatan download mencapai 2 Mbps. Faktanya, jaringan yang mereka berikan sekarang hanya EDGE.

Dulu, awal-awal ketika saya menggunakan paket FUN Night, sinyal Telkomsel memang stabil, begitu pula kecepatan download yang diberikannya. Tetapi sekarang, seperti yang sudah dibilang di atas, sinyal mereka benar-benar parah—bukannya HSDPA atau 3G, tapi EDGE.

Haloooowww...??? Dengan kualitas sinyal yang hanya EDGE, membuka inbox di Gmail saja susahnya minta ampun, apalagi untuk download hingga kecepatan 2 Mbps! Dan, omong-omong, hari gini masih menjual EDGE dengan harga mahal...??? Fakta bahwa saya hanya mendapatkan sinyal EDGE untuk berinternet, dengan jelas menunjukkan bahwa Telkomsel menjual barang murahan dengan harga yang amat mahal!

Setelah saya mengirim email di atas, mereka memang membalas email saya. Tetapi, seperti yang saya nyatakan di atas pula, sama sekali belum ada perbaikan apa pun atas kualitas layanan internet mereka, bahkan makin hari makin parah.

Pada email terakhir saya untuk mereka, saya menyatakan dengan jelas bahwa saya akan menunggu sampai satu minggu ke depan (terhitung sejak diterimanya email tersebut). Jika dalam satu minggu ke depan layanan internet SimPATI sudah diperbaiki (dengan bukti saya lancar menggunakannya tanpa masalah lagi), maka saya akan bertindak fair dengan menulis post di blog ini, bahwa Telkomsel telah memperbaiki layanan internetnya.

Namun, jika dalam satu minggu ke depan kualitas layanan internet SimPATI masih saja buruk seperti yang saya alami selama ini, maka saya akan menulis post ketiga yang juga berisi keluhan terbuka untuk Telkomsel, dan saya bisa menjanjikan bahwa post itu akan jauh lebih keras dari post sebelumnya.

Jadi, kawan-kawan, kita akan menunggu sampai satu minggu ke depan. Jika Telkomsel memperbaiki kualitas layanannya, saya akan memberitahu kalian di sini atas hal itu, agar catatan saya mengenai Telkomsel benar-benar fair. Tetapi, jika dalam satu minggu ke depan mereka tetap saja bosok seperti ini, maka saya juga akan memberitahu kalian bahwa mereka memang bosok!

Dalam bisnis, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan.
Yang pertama adalah pelanggan, yang kedua adalah pelanggan,
dan yang ketiga adalah pelanggan.
Kenneth Blanchard, Konsultan Perusahaan AS

Sabtu, 01 Oktober 2011

Fana
























































































































 
;