Kamis, 20 September 2012

Belajar Kepada Laron

Yang sulit dilahirkan, sulit pula ditiadakan.
@noffret


Berdasarkan perhitungan dan riset seputar kemampuan terbang, para pakar aerodinamika bersepakat bahwa laron, sebenarnya, tidak bisa terbang. Dengan sayap-sayapnya yang kecil, kata mereka, laron sebenarnya tidak bisa mengangkat tubuhnya untuk dapat terbang. Penjelasan tentang hal itu sangat rumit, berkaitan dengan ukuran sayap, mekanisme terbang, perhitungan berat tubuh, keseimbangan, dan lain-lain. Intinya, para ilmuwan penerbangan menyimpulkan bahwa laron “seharusnya” tidak bisa terbang.

Tapi kenyataannya laron bisa terbang. Kenapa...?

Mungkin, menurut saya, karena laron tidak pernah mengetahui riset itu! Dia hanya menginginkan terbang, dan persetan apa kata ilmuwan!

....
....

Oh, well, sekarang kita akan melihat bagaimana proses lahirnya seekor laron. Sebelum menjadi seekor laron yang utuh, hewan kecil itu dilahirkan sebagai larva (ulat), dan menjadi kepompong yang tinggal dalam selaput berleher sangat sempit. Untuk bisa menjadi seekor laron besar yang utuh, kepompong laron itu harus bisa keluar dari leher yang kecil dan sempit itu.

Jadi, bakal laron itu harus meronta-ronta dengan susah-payah untuk dapat keluar dari kepompongnya yang sangat sempit. Jika kita menyaksikannya—misalnya di laboratorium—mungkin kita tidak akan tega menyaksikan makhluk kecil yang lemah itu harus melakukan usaha besar dan sulit semacam itu.

Perasaan tidak tega itu pula yang pernah menghinggapi beberapa ilmuwan yang meneliti proses kelahiran laron. Karena bertujuan untuk memudahkan proses keluarnya laron dari celah sempit itu, beberapa ilmuwan pernah mencoba menggunting ujung selaput, dengan harapan si bakal laron tidak perlu susah-payah lagi untuk lahir. Proses itu memang memudahkan lahirnya si laron, tanpa dia harus banyak meronta dan berusaha. Tetapi, akibatnya, laron itu tidak bisa terbang!

Tidak sebagaimana laron lain yang begitu lahir segera bisa menggunakan sepasang sayapnya, laron yang kelahirannya dibantu seperti itu justru akan menggelepar-gelepar tak berdaya di atas meja laboratorium, tanpa pernah bisa menggunakan sayapnya. Setelah lahir beberapa hari, laron itu bahkan kemudian mati tanpa sempat menggunakan sepasang sayap hebat yang telah ditakdirkan untuknya.

Jadi, untuk dapat terbang dengan kedua sayapnya, laron memang harus menjalani proses meronta dan meloloskan diri dari leher kepompong yang sempit itu. Karena melalui proses “meronta dan lolos” itulah benda cair dipompa masuk ke dalam urat-urat sayap laron, yang memungkinkannya terbang apabila ia telah keluar!

Kita paham maksudnya? Para ilmuwan boleh berkumpul dan memuntahkan fatwa bahwa laron tidak bisa terbang. Tetapi laron tidak peduli. Ia meronta dan lolos, berjuang dan sukses... lalu terbang menertawakan ramalan para ilmuwan.

 
;