Jumat, 21 Februari 2014

Menangisi Mbakyu

Bocah itu menangis sendirian, dengan air mata pilu yang berurai di pipinya. Beberapa kali saya melihat bahunya terguncang karena isak yang menyayat. Dengan hati trenyuh, saya mendekatinya, dan bertanya perlahan, “Kenapa kamu menangis?”

Dengan suara bercampur isak dia menjawab, “Aku menangisi mbakyuku.”

“Uhm... memangnya mbakyumu kemana?”

“Aku tidak punya mbakyu...”

Saya bingung. “Lhoh, tadi kamu bilang menangisi mbakyumu?”

“Lha ya itu!” Dia nyaris berteriak bersama tangisnya. “Aku menangis karena tidak punya mbakyu! Fu... fu... fu...”

Tiba-tiba saya ingin menangis bersamanya.

 
;