Selasa, 24 Februari 2015

Penulis, Penerbit, dan Promosi Buku (1)

Penulis yang baik adalah penulis yang terus
mengasah diri. Tetapi bukan cuma penulis yang punya
kewajiban itu. Editor juga. Yang lain juga.
@noffret


Prinsip terkenal dalam ilmu manajemen berbunyi, “The right man on the right job, the right man on the right place.” Artinya, kira-kira, “Orang harus mengerjakan sesuatu sesuai keahliannya, sehingga harus ditempatkan di tempat yang tepat.”

Baca: Media Online Paling Memuakkan

Karena prinsip itu pula, di perusahaan mana pun ada jabatan direktur, manajer, sekretaris, bendahara, sampai staf-staf, yang semuanya mengerjakan tugasnya masing-masing sesuai job description-nya. Direktur memimpin perusahaan, manajer mengatur dan mengelola para pekerja, sekretaris menangani dokumen dan urusan surat menyurat, bendahara mengurusi keuangan, sementara para staf mengerjakan tugasnya masing-masing. Itu tata kelola umum yang ada di perusahaan mana pun.

Bagaimana dengan perusahaan penerbitan? Sebenarnya sama saja. Di perusahaan penerbitan juga ada direktur atau pemimpin, manajer, sekretaris, bendahara, hingga editor, proofreader, desainer sampul, sampai staf-staf khusus—dari staf percetakan sampai staf distribusi dan promosi.

Ketika seorang penulis mengirimkan naskah ke sebuah penerbit, kira-kira seperti ini pola yang berlangsung di perusahaan penerbitan: Ketika naskah datang, sekretaris akan mencatat data naskah tersebut, kemudian mengalihkannya kepada editor yang tepat. Naskah fiksi akan diserahkan pada editor fiksi, naskah nonfiksi akan diserahkan pada editor nonfiksi, naskah psikologi akan diserahkan pada editor psikologi, naskah kebudayaan akan diserahkan pada editor budaya. Masing-masing orang memiliki keahliannya sendiri, dan dengan keahlian itulah mereka bekerja.

Di tangan editor, naskah akan dipelajari. Jika dinilai layak terbit, editor akan mulai mengurusnya. Yang dilakukan editor untuk naskah layak terbit kadang tidak hanya membereskan naskah itu agar lebih baik, namun juga mendiskusikannya dengan staf lain, yang salah satunya adalah staf pemasaran. Editor menilai suatu naskah layak terbit atau tidak, sementara staf pemasaran akan menilai suatu naskah layak jual atau tidak.

Jangan salah sangka. Naskah yang bagus belum tentu punya daya jual. Sebaliknya, ada pula naskah yang biasa-biasa saja (tidak terlalu bagus) tapi memiliki potensi untuk terjual dalam jumlah besar. Staf pemasaran diperlukan untuk menilai hal tersebut, agar buku yang kelak diterbitkan bisa terjual dalam jumlah maksimal. Jika editor dan staf pemasaran menyatakan oke pada suatu naskah, maka editor pun mulai menangani naskah tersebut.

Setelah suatu naskah rampung ditangani editor, naskah dioper ke bagian proofreader, yang bertugas memperhatikan ejaan, kata, kalimat, istilah, untuk memastikan semuanya ditulis dengan benar dan tepat. Setelah proofreader memastikan semuanya beres, naskah kemudian diset oleh staf khusus yang menangani setting naskah untuk diubah menjadi buku. Sering dengan itu, desainer sampul mengerjakan cover atau sampul yang akan digunakan untuk buku dari naskah itu.

Suatu naskah akan benar-benar dianggap selesai hingga bisa dicetak, jika telah melewati tangan editor, proofreader, petugas setting, dan desainer sampul. Setelah itu, apa yang kemudian terjadi? Naskah itu akan diserahkan kepada staf lain yang menangani urusan percetakan. Staf percetakan akan mengurusi naskah untuk dicetak menjadi buku. Kadang-kadang, dalam proses itu juga ada staf khusus lain yang disebut staf pengemasan. Tugasnya adalah memastikan buku yang dicetak benar-benar memenuhi standar kualitas, dan memiliki penampilan yang bagus.

Setelah buku dicetak sesuai jumlah yang diinginkan, dan telah dikemas dengan baik—khususnya dilapisi shrink (plastik tipis bening pengemas buku)—maka tumpukan buku yang baru dicetak itu sekarang menjadi tanggung jawab staf distribusi. Staf distribusi bertugas mendistribusikan buku tersebut ke toko-toko dan agen-agen yang bekerjasama dengan mereka, untuk menjual buku tersebut. Seiring dengan itu, staf promosi dan pemasaran akan memikirkan cara untuk mengenalkan buku kepada masyarakat luas, agar mereka tahu buku baru tersebut.

Tiga atau enam bulan kemudian, penjualan buku di semua agen dan toko akan didata untuk mengetahui berapa yang terjual, lalu bendahara penerbit akan mengurusi royalti untuk para penulis, termasuk menangani pajak, dan lain-lain. Proses yang terjadi dalam kenyataan tentu tidak sesederhana skema yang saya jelaskan, tapi kira-kira seperti itulah yang terjadi di penerbitan mana pun.

Kita lihat, masing-masing orang menjalankan tugasnya sendiri-sendiri sesuai job description-nya—dari sekretaris, bendahara, editor, proofreader, desainer sampul, setter, staf cetak, staf pemasaran, sampai staf distribusi, promosi, dan lain-lain. Sementara itu, di luar lingkar perusahaan ada para penulis profesional yang juga menjalankan pekerjaannya sendiri, yaitu menulis dan memasok naskah ke penerbit.

Pertanyaannya sekarang, mengapa penulis juga harus dibebani pekerjaan lain?

Pertanyaan itu diajukan oleh banyak penulis yang sering merasa heran karena diminta penerbit untuk aktif mempromosikan bukunya. Para penulis itu heran, karena mereka berpikir bahwa tugasnya sebagai penulis hanyalah menulis. Sementara promosi dan segala tetek bengeknya seharusnya diurusi petugasnya sendiri. Kalau para penulis juga diharuskan aktif berpromosi, lalu apa tugas staf promosi yang digaji oleh penerbit?

Itu sudut pandang penulis. Lalu bagaimana sudut pandang penerbit? Pihak penerbit mengharapkan penulis aktif mempromosikan bukunya, karena penerbit menilai bahwa penulislah yang paling tahu isi bukunya, sehingga penulis pula yang paling tahu bagaimana cara mengenalkan buku tersebut kepada calon pembacanya yang tepat.

Memang benar penerbit telah memiliki staf promosi yang bertugas mempromosikan buku apa pun yang mereka terbitkan. Tetapi, bagaimana pun, penerbit ingin buku-buku terbitan mereka terjual dalam jumlah lebih besar, dan untuk itu penerbit berharap masing-masing penulis mau ikut membantu proses promosi bukunya. Karena jika suatu buku terjual dalam jumlah banyak, yang diuntungkan bukan hanya penerbit, namun juga penulis.

Agar para penulis punya bayangan mengenai pentingnya promosi buku, mari kita lihat realitas yang terjadi di toko buku. Di toko-toko buku besar, pergerakan buku yang terjadi di sana sangat cepat—jauh lebih cepat dari yang mungkin kita bayangkan. Setiap bulan, ratusan penerbit memasok ribuan judul buku baru ke toko-toko buku, padahal ruang yang dimiliki toko buku—sebesar apa pun—tetap terbatas. Akibatnya, terjadi antrian dan rotasi buku di toko buku, yang berlangsung dengan cepat.

Lanjut ke sini.

 
;