Minggu, 01 Maret 2015

Dua Lelaki dan Hikayat Hati (1)

Kesunyian adalah rumahku. Mungkin bukan
rumah yang indah, tapi aku tenteram di dalamnya.
@noffret 


Dua lelaki duduk dan bercakap-cakap di ruang tamu. Tidak ada suara apa-apa, selain sayup-sayup suara kendaraan yang sesekali melintas di jalanan depan rumah. Ruang tamu itu hening.

Setelah menyeruput teh hangat di gelasnya, Lelaki Pertama berkata, “Malam Minggu begini, kau tidak menemui pacarmu?”

Lelaki Kedua meletakkan gelas di atas meja, lalu menjawab, “Tadi sore pacarku memberitahu, dia ada acara keluarga malam ini. Jadi, mumpung aku punya waktu luang, kusempatkan untuk ke sini, menengokmu. Bagaimana kabarmu?”

“Seperti yang kaulihat,” sahut Lelaki Pertama sambil memungut rokok di meja. Kemudian, setelah menyulut rokok, dia menyatakan, “Tidak ada perubahan, eh?”

Lelaki Kedua tersenyum. “Sepertinya, ya. Kapan pun aku menemuimu, sepertinya memang tidak ada yang berubah.”

“Aku senang mendengarnya.”

“Kau tidak berminat melakukan perubahan?”

“Kenapa aku harus melakukan perubahan?”

Lelaki Kedua mengambil rokok, dan menyulutnya. Bersama asap yang keluar dari mulut dan hidung, dia menjawab, “Maksudku, kau tidak ingin melakukan sesuatu yang agak... berbeda? Mencari pacar, misalnya?”

Lelaki Pertama tersenyum. “Andrew Carnegie... kau kenal dia?”

“Yeah, semua orang mengenal namanya. Ada apa dengan Mr. Carnegie?”

“Andrew Carnegie menyatakan, ‘Aku pernah miskin, dan aku pernah kaya. Kau tahu, kaya jauh lebih enak!’ Sekarang, dalam nada sama, aku bisa menyatakan, ‘Aku pernah punya pacar, dan aku pernah tidak punya pacar. Kau tahu, tidak punya pacar jauh lebih enak!’

Sambil mengetukkan puntung rokok pada asbak, Lelaki Kedua berujar, “Jadi, kau tidak punya minat punya pacar?”

“Sejujurnya, ya.”

“Kau benar-benar tidak punya minat punya pacar?” Lelaki Kedua tampak ingin memastikan.

Lelaki Pertama kembali tersenyum. “Apakah itu terkesan aneh?”

“Kau yang mengatakan.” Lelaki Kedua membalas senyum temannya. “Tetapi, secara definitif, aneh bisa diartikan sebagai hal yang tidak atau kurang lazim. Kenyataan bahwa kau tidak punya minat punya pacar, bisa dibilang kurang lazim, karena umumnya orang ingin punya pacar. Oh, mereka bahkan kadang sampai stres mencari pacar. Jadi, kalau kau justru tidak ingin punya pacar, orang bisa menganggapmu aneh.”

Lelaki Pertama mengangguk. Lalu dia berkata perlahan-lahan, “Kau telah mengenalku... berapa tahun? Tujuh? Delapan tahun?”

“Sebenarnya mungkin lebih dari sembilan tahun,” jawab Lelaki Kedua.

“Sembilan tahun. Selama bertahun-tahun kita berteman, kau melihat kehidupanku seutuhnya, menyaksikan hal-hal aneh yang mungkin kulakukan. Tentu saja yang kumaksud bukan hal-hal semacam membelah laut dengan tongkat.” Kemudian, sambil menahan senyum, Lelaki Pertama melanjutkan, “Saat teman-teman kita pacaran, aku lebih sibuk belajar dan bekerja. Saat teman-teman kita berharap bisa wisuda dan mendapat gelar, aku memilih drop out. Saat orang-orang ingin terkenal, aku menyepi dan menjauhi publisitas. Saat orang-orang khusyuk menonton televisi, aku justru mengeluarkan televisi dari rumahku, dan sampai saat ini tidak ada televisi di sini. Daftar itu bisa diperpanjang sampai membuatmu bosan. Well, tidakkah semua itu sangat aneh?”

Lelaki Kedua terdiam sesaat, kemudian berujar, “Kalau kau yang melakukan, anehnya, semua itu tidak tampak aneh.”

“Jadi, kupikir tidak aneh kalau sekarang aku menyatakan tak berminat punya pacar.”

Mereka terdiam sesaat, sementara asap mengepul di ruang tamu. Lalu, dengan suara perlahan, Lelaki Kedua menyatakan, “Kau tidak ingin menjalani kehidupan seperti orang lain umumnya?”

“Pertanyaanmu bisa menjadi senjata makan tuan,” sahut Lelaki Pertama sambil menahan senyum. “Orang lain tidak ingin menjalani kehidupan sepertiku?”

Lelaki Kedua tertawa. “So...?”

“So what? Hidup, pada akhirnya, adalah soal pilihan. Kehidupan yang dijalani adalah pilihan masing-masing orang.” Kemudian, setelah mengisap rokoknya, Lelaki Pertama berkata, “Yang aneh, aku tidak pernah mengusik pilihan hidup orang-orang lain, tapi orang-orang lain sepertinya selalu ingin mengusik pilihan hidupku. Kau, misalnya.”

Lelaki Kedua kembali tertawa. “Sebenarnya, aku tidak bermaksud mengusik pilihan hidupmu. Aku hanya ingin tahu. Yeah, bagaimana pun, pilihanmu—seperti yang kubilang tadi—tidak lazim, tidak sebagaimana orang lain umumnya. Karenanya, aku ingin tahu.”

“Kau tidak ingin tahu.”

“Oh, ayolah, tentu saja aku ingin tahu. Aku pernah pusing dan stres saat berharap menemukan pacar, dan aku juga berharap bisa menikah. Karenanya, kalau kau justru tak ingin punya pacar, dan tidak berminat menikah, tentu saja aku ingin tahu.”

Sesaat, hening menggantung di ruang tamu.

Lanjut ke sini.

 
;