Senin, 01 Februari 2016

Birokrasi Bangsat

Makin maju peradaban, makin modern manusia, makin canggih
teknologi... ironisnya, hidup justru semakin (dibuat) rumit.
@noffret


Saya menelepon sebuah institusi melalui sebuah nomor telepon yang telah diberikan sebelumnya. Saat telepon tersambung, terdengar nada tunggu, lalu muncul suara mesin.

“Terima kasih telah menghubungi Institusi XXX,” ujar si mesin, “Tekan 111 untuk menghubungi Operator. Tekan 112 untuk menghubungi Bagian Umum. Tekan 113 untuk menghubungi Bagian Operasi. Tekan 114 untuk menghubungi Bagian Khusus. Tekan 115 untuk menghubungi Bagian Administrasi. Tekan 116 untuk menghubungi...”

Saya tidak yakin harus menghubungi bagian mana. Jadi, saya pun menekan 111 untuk menghubungi operator.

Setelah terdengar nada tunggu sesaat, muncul suara manusia, “Halo.”

“Halo,” saya menyahut. “Saya diminta menghubungi Institusi XXX, tapi saya tidak yakin harus menghubungi bagian mana.”

“Boleh tahu keperluan Anda?”

Saya pun menjelaskan keperluan saya.

Si Operator menjelaskan, “Oh, silakan menghubungi Bagian Umum, kalau begitu.”

“Boleh saya minta nomornya?”

“Anda bisa menelepon kembali menggunakan nomor tadi, lalu menekan angka yang diminta untuk terhubung dengan Bagian Umum.”

“Terima kasih.”

Saya pun menutup telepon, lalu kembali menelepon nomor tadi. Seperti sebelumnya, muncul suara mesin setelah nada tunggu berakhir. “Terima kasih telah menghubungi Institusi XXX. Tekan 111 untuk menghubungi Operator. Tekan 112 untuk menghubungi Bagian Umum...”

Saya pun menekan 112 untuk menghubungi Bagian Umum.

Sesaat, terdengar nada tunggu. Lalu muncul suara manusia. “Dengan Bagian Umum Institusi XXX. Ada yang bisa saya bantu?”

Saya pun menjelaskan keperluan saya.

Lalu dia menjelaskan, “Sepertinya Anda perlu menghubungi Bagian Khusus, karena urusan Anda di luar kewenangan saya. Silakan Anda langsung menghubungi Bagian Khusus saja.”

“Oke. Terima kasih.”

Saya pun menutup telepon, lalu kembali menelepon Insitusi XXX. Seperti sebelumnya, muncul suara mesin, “Terima kasih telah menghubungi Institusi XXX. Tekan 111 untuk menghubungi Operator. Tekan 112 untuk menghubungi Bagian Umum. Tekan 113 untuk menghubungi Bagian Operasi. Tekan 114 untuk menghubungi Bagian Khusus...”

Saya menekan 114 untuk menghubungi Bagian Khusus.

Nada tunggu terdengar. Lalu muncul suara orang menyapa, “Ya?”

Saya pun menjelaskan keperluan.

“Nama Anda?” dia bertanya.

Saya menyebutkan nama.

“PIN Anda?”

Saya menyahut bingung, “Maaf?”

Dia menjelaskan, “Waktu Anda diminta menghubungi institusi kami, Anda diberi enam digit angka untuk verifikasi identitas.”

“Oh, iya.” Lalu saya pun menyebutkan enam digit angka yang dimaksud.

Hening sejenak.

Terdengar suara khas di telepon—ketuk-ketuk keyboard komputer—sepertinya orang di sana sedang mengecek identitas saya.

Lalu suaranya muncul lagi. “Identitas Anda telah terverifikasi. Anda bisa langsung mengubungi Bagian Operasi. Urusan Anda akan dijelaskan di sana.”

“Uhm... saya pikir, tadi saya diminta menghubungi Bagian Khusus...”

“Benar,” dia menyahut. “Tapi tugas saya di sini hanya memverifikasi identitas. Setelah itu, Anda akan diberi pengarahan langsung di Bagian Operasi.”

“Jadi, saya harus menghubungi Bagian Operasi?”

Dia mengulang seperti robot, “Jadi, Anda harus menghubungi Bagian Operasi.”

Saya pun menurut.

Setelah mematikan telepon, saya kembali menghubungi Institusi XXX. Lagi-lagi terdengar suara mesin sialan yang menyapa dengan kalimat klise. Kedengarannya seperti CD bajakan rusak di telinga saya.

“Terima kasih telah menghubungi Institusi XXX,” ujar si mesin, “Tekan 111 untuk menghubungi Operator. Tekan 112 untuk menghubungi Bagian Umum. Tekan 113 untuk menghubungi Bagian Operasi. Tekan 114 untuk menghubungi Bagian Khusus. Tekan 115 untuk menghubungi bagian Administrasi. Tekan 116 untuk menghubungi...”

Saya pun menekan 113 untuk tersambung dengan Bagian Operasi.

Seseorang menerima telepon saya. Suaranya terdengar dingin, “Ya.”

Saya pun menjelaskan keperluan.

Orang di seberang sana menyahut, “Urusan Anda tampaknya masuk dalam Operasi Khusus.”

“Jadi?”

Dia menjelaskan, “Begini. Saya di Bagian Operasi Umum, dan urusan Anda di luar wewenang saya. Anda perlu menghubungi Bagian Operasi Khusus untuk mendapat intruksi lebih lanjut.”

Seketika, ingatan saya memutar suara mesin sialan tadi. Seingat saya, mesin tadi tidak menyebut Bagian Operasi Khusus. Jadi, saya pun mengatakan, “Bisa minta nomor untuk menghubungi Bagian Operasi Khusus?”

“Anda tinggal menghubungi nomor telepon tadi...”

Buru-buru saya menyahut, “Tidak ada nomor Bagian Operasi Khusus. Mesin penjawab hanya menyebut Bagian Khusus atau Bagian Operasi. Jadi, ke nomor mana saya harus menghubungi Bagian Operasi Khusus?”

“Anda tinggal menghubungi nomor telepon tadi,” dia mengulang. “Setelah tersambung dengan Operator, minta sambungkan dengan Bagian Operasi Khusus.”

“Baik. Terima kasih.”

Saya pun kembali menutup telepon. Lalu mengulang lagi dari awal—menelepon nomor Insitusi XXX, lalu muncul suara-mesin-sialan-yang-terdengar-seperti-CD-bajakan-rusak-keparat.

“Terima kasih telah menghubungi Institusi XXX. Tekan 111 untuk menghubungi Operator. Tekan 112 untuk menghubungi Bagian Umum. Tekan 113 untuk menghubungi Bagian Operasi. Tekan 114 untuk menghubungi Bagian Khusus. Tekan 115 untuk menghubungi Bagian Administrasi. Tekan 116 untuk menghubungi...”

Saya menekan angka 111 untuk menghungi Operator. Setelah tersambung dengan Operator, saya pun langsung berkata, “Tolong sambungkan dengan Bagian Operasi Khusus.”

“Tunggu sebentar.”

Sesaat kemudian, muncul suara lain, “Dengan Bagian Operasi Khusus. Ada yang bisa saya bantu?”

Saya menjawab ragu-ragu, “Ya... saya perlu bantuan.”

“Apa yang bisa saya bantu?”

“Uhm... sepertinya saya lupa, apa keperluan saya menelepon.”

“Kalau begitu, Anda bisa menghubungi Operator, untuk mendapat pengarahan.”

Saya menutup telepon. Lalu menghubungi Operator.

Dan begitu terus sampai kiamat.

 
;