Kamis, 09 Juni 2016

Syarat Mutlak Untuk Nikmat

Pagi bising, siang bising, sore bising, malam bising.
Ya Tuhan, di manakah Keheningan?
@noffret 


Dalam hidup, salah satu barang mewah yang mungkin jarang kita sadari adalah “kekhusyukan”. Kita seperti dikejar-kejar waktu setiap hari, sehingga kita mengerjakan segala sesuatu dengan buru-buru, tanpa menikmati apalagi menghayatinya. Padahal, esensi dari segala sesuatu yang kita lakukan ada dalam kekhusyukan.

Tanpa kekhusyukan, mengerjakan sesuatu yang senikmat apa pun akan terasa hambar. Sebaliknya, segala sesuatu yang kita lakukan akan terasa nikmat dan lebih berarti jika kita mengerjakannya dengan khusyuk. Karena itulah, saya pikir, kita dituntut beribadah secara khusyuk—bukan hanya sebagai ketundukan kepada Sang Pencipta, namun juga agar kita nikmat ketika melakukannya.

Filsuf Prancis, Montaigne, menyatakan, “Ketika saya menari, saya menari. Ketika saya makan, saya makan.”

Montaigne sedang berbicara tentang kekhusyukan. Tetapi, sebagian besar kita tidak mampu melakukannya. Ketika sedang makan, pikiran kita mengembara ke mana-mana. Ketika sedang mandi, pikiran kita bisa ada di swalayan. Ketika sedang beribadah, pikiran kita bisa ada di diskotik.

Padahal, sekali lagi, kekhusyukan adalah syarat mutlak untuk nikmat. Lebih dari itu, kekhusyukan juga pintu gerbang untuk memperoleh manfaat dari segala sesuatu yang kita lakukan. Ketika membaca buku, misalnya, kita akan mendapat manfaat yang jauh lebih banyak jika kita fokus dan khusyuk ketika membaca, daripada jika tidak fokus dan khusyuk. Itu ilustrasi mudahnya.

Yang jadi masalah, kekhusyukan pada saat ini adalah barang mewah. Dalam hidup sehari-hari, kita seperti digempur berbagai kesibukan, kebisingan, dan ketergesa-gesaan. Dan gaya hidup semacam itu telah mencengkeram kita selama bertahun-tahun, meski mungkin tidak kita sadari. Akibatnya, kita pun—sadar atau tidak—telah asing dengan keheningan, dengan kekhusyukan.

Kekhusyukan mungkin tidak harus dalam keheningan. Namun, cara mudah untuk membangun kekhusyukan ada dalam keheningan. Setidaknya, hati kita merasa hening. Dalam kebisingan seperti apa pun, kita tetap dapat khusyuk jika hati kita hening. Dan jika kita bisa khusyuk ketika melakukan segala sesuatu, kita akan mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar dari segala sesuatu yang kita lakukan, sekaligus merasa nikmat ketika melakukan.

 
;