Selasa, 01 November 2016

Catatan untuk Hari Blogger Nasional

Selamat Hari Blogger Nasional.
Mohon maaf lahir dan batin.
@noffret


Beberapa teman menegur, kenapa saya tidak pernah menulis tentang Hari Blogger Nasional. Teguran itu menyadarkan saya kalau selama ini memang belum pernah menulis apa pun terkait hal tersebut, padahal ngeblog sudah bertahun-tahun. Jadi, sekarang saya ingin menulis tentang Hari Blogger, meski sudah cukup terlambat. Kalau dipikir-pikir, mungkin saya memang blogger mbah-mbuh.

Well, setiap tahun, pada 27 Oktober, blogger Indonesia merayakan Hari Blogger Nasional. Berdasarkan yang saya baca di beberapa artikel, Hari Blogger Nasional pertama kali dicanangkan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Muhammad Nuh, pada 27 Oktober 2007 pada pembukaan Pesta Blogger.

Kini, untuk memperingati hari tersebut, saya ingin mengucapkan, “Selamat Hari Blogger Nasional” buat teman-teman blogger, atau yang suka ngeblog—yeah, meski sudah terlambat. Dan mumpung catatan ini berkaitan dengan Hari Blogger, saya jadi kepikiran untuk ngoceh seputar aktivitas blogging.

Seperti pada aktivitas lain, orang ngeblog dengan berbagai motivasi. Ada yang sekadar ingin mengaktualisasikan diri, ada yang ingin terkenal, ada yang ingin mendapatkan penghasilan, ada yang ingin menjalin pertemanan, dan lain-lain. Semua motivasi itu tentu sah, selama dilakukan dengan benar.

Di antara motivasi ngeblog, yang paling banyak mungkin ingin terkenal. Blogger ingin blognya dikenal dan dikunjungi banyak orang. Karena popularitas blog biasanya juga berbanding lurus dengan kesuksesan pemiliknya. Karena blognya terkenal, pemiliknya bisa jadi selebritas di dunia maya, lalu diundang jadi pembicara, masuk koran dan majalah, bahkan tidak menutup kemungkinan diminta penerbit untuk menulis buku, dan lain-lain.

Sekali lagi, motivasi semacam itu tentu sah, dan tidak masalah. Kenyataannya memang banyak orang yang merintis karirnya dari blog, atau menjadi terkenal karena blog. Biasanya, kalau kita membicarakan orang yang terkenal gara-gara blog, nama Raditya Dika menjadi contoh. Kenyataannya, kalau dipikir-pikir, mungkin memang begitu. Jika Raditya Dika dulu tidak ngeblog, kira-kira jadi apa dia sekarang?

Mungkin dulu Raditya Dika tidak punya pretensi atau bahkan ekspektasi untuk terkenal. Toh kenyataannya isi blognya juga “acak-acakan” dan “berantakan tak karuan”. Tapi yang “acak-acakan” itu kemudian berhasil mengacak-acak banyak remaja Indonesia hingga sama-sama “berantakan” seperti dia. Pertengahan 2000-an, ada banyak blog remaja Indonesia yang isinya bisa dibilang “jiplakan mentah-mentah” gaya Raditya Dika.

Tapi apakah dulu Raditya Dika terpikir hal itu? Saya yakin tidak! Ketika dia menulis di blog, dia hanya melakukan sesuatu yang disukai, dan terus melakukannya. Dia menyukai yang dilakukan, dan menikmati saat melakukannya. Sekarang, setelah jadi artis dan punya banyak penggemar, pernahkah dia duduk sejenak, dan bertanya pada diri sendiri, “Apa jadinya aku sekarang, jika dulu tidak ngeblog?”

Selain Raditya Dika, Diana Rikasari juga termasuk orang yang terkenal karena blog. Berbeda dengan umumnya blogger lain yang lebih banyak mengandalkan tulisan, Diana Rikasari mengandalkan foto, karena dia memang menjadikan blognya sebagai blog fashion. Karenanya, blog miliknya pun penuh foto-foto yang memanjakan mata. Tapi bukan itu yang membuat saya kagum.

Yang membuat saya kagum adalah konsistensi Diana Rikasari terhadap sesuatu yang dicintainya, yakni fashion. Selama bertahun-tahun, dia terus aktif memperbarui blognya dengan post-post baru. Dia bahkan konsisten mengunakan subdomain blogspot, dan tidak tergoda menggantinya dengan domain sendiri, meski telah sangat terkenal. Omong-omong, blog Diana Rikasari pernah merajai puncak tangga blog paling populer di Indonesia, mengalahkan blog-blog lain yang menggunakan domain pribadi.

Jika kita perhatikan, tidak setiap posting di blog Diana Rikasari mendapat banyak komentar pengunjung/pembaca. Untuk setiap post, kadang hanya ada beberapa gelintir komentar, bahkan kadang tidak ada komentar sama sekali. Tapi Diana Rikasari terus memperbarui blognya dengan post-post baru, dan nyaris tak pernah berhenti, sampai saat ini. Tidak hanya dibutuhkan energi luar biasa untuk mencapai kemampuan semacam itu, tetapi juga cinta.

Kalau kita bertanya pada Diana Rikasari mengapa dia mampu melakukan hal yang sama hingga bertahun-tahun, dan tidak pernah berhenti, dia pasti akan menjawab karena dia mencintai yang dilakukannya! Dulu, saat pertama kali ngeblog, Diana Rikasari mungkin tidak terpikir apalagi berharap terkenal. Dia hanya ingin melakukan sesuatu yang dicintai, lalu dia melakukannya... terus melakukannya... dan terus melakukannya.

Jadi, bagi Diana Rikasari, yang penting adalah melakukan yang ingin ia lakukan—sesuatu yang dicintai. Apakah orang lain melihat/membaca atau tidak, apakah orang mau meninggalkan komentar atau tidak, dia akan terus melakukan yang ingin dilakukan. Itulah cinta. Passion. Panggilan hati. Tidak ada kekuatan lain yang mampu menggerakkan orang untuk melakukan hal sama terus menerus sampai bertahun-tahun, selain cinta.

Jika Raditya Dika dan Diana Rikasari termasuk “blogger kuno”—karena telah populer sejak zaman dahulu kala—ada blogger lain yang mulai populer akhir-akhir ini. Namanya Agus Mulyadi, atau biasa disapa Gus Mul. Bagi saya, dia blogger paling bersahaja di Indonesia. Tidak hanya secara penampilan, dalam tulisan pun dia sangat bersahaja. Tulisan-tulisan di blognya membahas hal-hal sederhana, kehidupan dan kesehariannya yang sederhana, dengan bahasa dan kata-kata yang sederhana.

Saya pertama kali mengenal nama Gus Mul, saat dia masuk berita karena kesukaannya mengolah foto lewat Photoshop, hingga terjadi insiden dengan foto JKT48. Karena penasaran, saya pun mengikuti berita itu, hingga menemukan blognya. Ketika membaca tulisan-tulisannya di blog, saya langsung tahu dia sosok sederhana yang cerdas. Dia memang menulis dengan jujur dan bersahaja, tentang hal-hal sederhana, tapi tulisannya rapi, dengan kosa kata yang baik, tertata, dan menunjukkan wawasan penulisnya.

Karenanya, saya pun tidak terkejut ketika mendapati dia menerbitkan buku yang sebagian isinya diambil dari tulisan-tulisannya di blog. Sejauh ini, kalau tidak keliru, dia telah menerbitkan tiga atau empat buku. Selain menerbitkan buku, Gus Mul juga telah wira-wiri di televisi, salah satunya—yang saya tonton—di acara Ini Talkshow. Dia ngobrol asyik dengan Sule di acara itu, dengan gayanya yang lugu, jujur, dan sederhana. Sekarang, dia menjadi redaktur Mojok.Co, salah satu situs yang rutin saya baca.

Dan Gus Mul tidak berubah, meski telah populer. Dia tetap sederhana dan lugu, seperti dulu. Dari sekian banyak foto Gus Mul yang pernah saya lihat, dia tetap seperti dulu saat masih “bukan siapa-siapa”. Lebih penting dari itu, dia masih tetap ngeblog, tetap menuliskan kesehariannya yang bersahaja. Karenanya, seperti yang saya bilang tadi, dia blogger paling bersahaja di Indonesia... dan saya berharap dia akan tetap seperti itu selamanya.

Di luar tiga orang yang telah saya sebut, tentu masih banyak blogger lain yang juga populer, yang konsisten menulis, dan yang terus aktif ngeblog. Berdasarkan tiga blogger yang telah saya sebut di atas, setidaknya kita bisa menemukan tiga pelajaran penting jika ingin seperti mereka.

Pertama, mencintai yang kita lakukan. Ngeblog-lah, menulislah, karena kita memang mencintai aktivitas itu. Jika kita mencintai yang kita lakukan, kita akan terus memiliki energi untuk melakukan yang kita lakukan. Jika kita terus konsisten melakukan sesuatu, dan kita mampu melakukannya tanpa henti, cepat atau lambat popularitas akan datang sendiri.

Sebaliknya, jika kita ngeblog dengan tujuan ingin terkenal, kita justru akan sulit terkenal, karena fokus kita bukan lagi pada aktivitas yang kita lakukan, melainkan memikirkan cara agar terkenal.

Kalau kita main basket, kita hanya perlu fokus pada bola di lapangan, dan tidak usah mempedulikan papan skor! Kalau kita fokus pada bola di lapangan, kita akan bermain dengan bagus. Kalau kita bermain bagus, skor akan naik tanpa harus dipelototi. Begitu pula dengan ngeblog, atau aktivitas lain.

Kedua, menjadi diri sendiri. Raditya Dika terkenal, karena dia menjadi Raditya Dika. Diana Rikasari terkenal, karena dia menjadi Diana Rikasari. Begitu pun, Agus Mulyadi terkenal, karena dia menjadi Agus Mulyadi.

Coba bayangkan bagaimana nasib mereka, kalau—umpamakan saja—Raditya Dika ingin menjadi Diana Rikasari, dan Diana Rikasari ingin menjadi Agus Mulyadi, lalu Agus Mulyadi ingin menjadi Raditya Dika. Kacau! Oh, well, bukan hanya kacau, mereka bahkan tidak akan menjadi apa-apa, selain menjadi sosok tidak jelas, dengan gaya tidak jelas, dan wujud tidak jelas.

Karenanya, jadilah diri sendiri, dan tidak usah berharap apalagi berusaha menjadi orang lain. Daripada menjadi versi KW orang lain, jauh lebih baik menjadi versi original diri sendiri. Setiap kita tidak diciptakan sempurna, dan kita juga tidak dituntut untuk sempurna. Masing-masing orang hanya punya kewajiban menjadi yang terbaik, yakni menjadi diri sendiri yang terbaik.

Ketiga, tidak berhenti belajar. Sehebat apa pun seseorang, tetap saja kehebatannya terbatas. Sekreatif apa pun seseorang, tetap saja kreativitasnya terbatas. Bahkan, segenius apa pun seseorang, tetap saja kegeniusannya terbatas. Tidak ada orang yang bisa terus berkembang tanpa belajar. Begitu pula Raditya Dika, Diana Rikasari, Agus Mulyadi, atau kita.

Bertingkah bodoh seperti Raditya Dika mungkin tampak mudah, tapi bahkan bodoh pun tetap ada batasnya. Bagaimana pun, Raditya Dika pasti harus belajar, agar dia dapat terus bodoh secara elegan.

Berpose dengan aneka baju seperti Diana Rikasari mungkin tampak mudah, tapi kita tahu tidak setiap orang mampu melakukan. Dan Diana Rikasari pasti terus belajar, agar selalu kreatif dan tampil optimal.

Menjadi sederhana seperti Agus Mulyadi mungkin juga mudah, wong tidak bertingkah macam-macam. Tapi Agus Mulyadi tidak semata sederhana dan selesai. Seperti yang saya bilang di atas, dia sosok sederhana yang cerdas. Dan untuk menjadi cerdas, tentu juga harus belajar.

....
....

Jadi, marilah kita ingat tiga pelajaran penting itu, dan lihat keajaiban yang kelak akan terjadi. Pertama, cintailah yang kita lakukan. Kedua, jadilah diri sendiri. Ketiga, teruslah belajar. Setelah itu, biarkan alam semesta memberi kejutan.

 
;