Minggu, 10 September 2017

Sesal di Kesunyian

Aku tidak mau menjadi raja sehari hanya untuk menjadi budak seumur hidup.
Bukan karena keangkuhan, tapi karena pilihan.
@noffret


Seorang lelaki menggali tanah hingga sangat dalam. Tangannya bergerak, seiring cangkul menghantam dan mengeduk tanah—entah apa yang ia cari. Keringatnya bercucuran, sementara tenaganya tampak terkuras. Meski telah sangat kepayahan, dia tidak juga istirahat, hingga aku berpikir dia akan terus menggali sampai mati.

Di bibir lubang tanah yang digalinya, aku bertanya, “Apa yang Anda lakukan?”

Lelaki itu menghentikan kegiatannya, menatap ke arahku, lalu menyeka keringat di wajahnya yang seperti butiran jagung. Dengan suara lelah, dia menjawab, “Aku sedang menjalani tiga puluh tahun kesengsaraan, untuk menebus tiga puluh menit kenikmatan.”

Lalu dia melanjutkan pekerjaannya—menggali, menggali, menggali—meski aku tak tahu apa yang ia cari. Mungkin, ia pun tak tahu apa sesungguhnya yang ia cari. Dan ia akan terus menggali sampai kelelahan, sampai kepayahan, sampai ajal datang.

Sambil menatapnya, aku berpikir, “Orang-orang mengimpikan menjadi raja sehari, hanya untuk menjadi budak seumur hidup. Tertawa sesaat dalam kenikmatan, untuk menyesal bertahun-tahun di kesunyian. Alangkah malang manusia....”

 
;