Jumat, 26 Februari 2016

Keimanan yang Hening

Ada yang pecah di larut malam. Di langit, bunga-bunga api menyambut
dentum petasan. Seorang bocah merindukan Ramadan yang hening dan tenang.
—Twitter, 17 Juni 2015

Orang-orang mengatakan agar banyak beribadah di bulan Ramadan.
Tapi mereka terlalu bising, hingga aku tak pernah bisa khusyuk beribadah.
—Twitter, 2 Juli 2015

Di masa lalu, Ramadan adalah bulan khusyuk penuh keheningan.
Sekarang, Ramadan adalah bulan pesta TOA dan petasan.
—Twitter, 15 Juli 2015

“Apa yang ada di surga, tapi tidak ada di dunia?” |
“Banyak. Salah satunya Keheningan. Keheningan dengan K besar.”
—Twitter, 24 Mei 2015

Perbedaan paling prinsip antara dunia dan surga adalah...
di surga tidak ada suara bising TOA yang memekakkan telinga.
—Twitter, 26 Mei 2015

Sejujurnya, aku lebih mampu menahan haus dan lapar,
daripada menahan emosi karena terganggu bising suara TOA.
—Twitter, 15 Juli 2015

Anak-anak berteriak di jalanan, para remaja menyulut petasan,
orang-orang dewasa mengumbar kebisingan.
—Twitter, 20 Juni 2015

Masalah kebanyakan anak-anak adalah ketidaktahuan bahwa kegembiraan
bisa berlangsung dalam keheningan, tanpa teriak, tanpa petasan.
—Twitter, 21 Juni 2015

Masalah kebanyakan orang dewasa dan orang tua, mungkin,
kurangnya kesadaran bahwa keimanan bisa bersanding dengan keheningan.
—Twitter, 21 Juni 2015

Aku menemukan keyakinan dalam hening. Karenanya aku heran
melihat orang menawar-nawarkan keyakinan dalam teriakan bising.
—Twitter, 12 Juli 2015


*) Ditranskrip dari timeline @noffret.

 
;