Kamis, 24 November 2016

Keindahan Sunyi

Aku belajar bahwa keindahan
harus dilihat dari jauh. Agar dia selalu utuh.


Setiap kali keindahan terpapar orang banyak, ia pudar. Setiap kali keagungan disentuh orang banyak, ia hilang. Kita bisa menyaksikan kenyataan itu, sejak dari Tibet yang hening, Pulau Galapagos yang sunyi, Taj Mahal yang indah, hingga Machu Picchu yang misterius, dan Antartika yang terasing. Semua keindahan dan keagungan yang semula mereka miliki, perlahan-lahan hilang dan pudar setelah disentuh banyak orang.

Di masa lalu, Tibet adalah tempat hening yang sunyi. Keberadaannya di Puncak Himalaya menjadikan Tibet tak terusik kehidupan dunia luar. Di sana ada kehidupan yang hening, kebudayaan yang hening, bahasa yang hening, dan detak napas serta denyut jantung yang hening. Tibet ada dalam hening, dan mereka tidak pernah mengusik dunia.

Kemudian, orang-orang mulai mengusik Tibet. Karena Tibet dinilai memiliki kehidupan dan kebudayaan unik, orang-orang menjadikan Tibet sebagai destinasi wisata. Maka orang-orang pun berdatangan ke sana, mengusik keheningan Tibet, menodai kesunyian yang semula bertahta.

Sejak itu, perlahan-lahan, kehidupan Tibet terkontaminasi kehidupan orang-orang luar. Kehidupan di sana bercampur dengan kehidupan orang-orang yang berdatangan, kebudayaan di sana berbaur dengan kebudayaan asing, dan Tibet yang semula hening berubah menjadi tempat yang bising.

Semula, tidak ada yang menyadari kenyataan itu. Dan orang-orang terus berdatangan ke sana, dari waktu ke waktu, sementara orang-orang di Tibet tak punya kuasa untuk menolak. Sekilas, tidak ada yang terjadi. Tetapi, sebenarnya, perubahan terus berlangsung, dan mencerabut Tibet dari akarnya.

Hingga kemudian, pemerintah Cina menyadari perubahan yang terjadi di sana. Kebudayaan Tibet yang bersejarah telah bercampur dengan kebudayaan Cina yang modern. Kehidupan di Tibet yang semula hening dan indah kini telah jauh berubah, akibat banyaknya orang berdatangan ke sana. Maka pemerintah Cina pun merasa perlu mengambil tindakan, sebelum segalanya terlambat. Tibet harus kembali seperti semula!

Sejak itu, pemerintah Cina berusaha mengembalikan Tibet seperti dulu, dengan cara membekukan berbagai upaya kunjungan turis dari waktu ke waktu. Jika semula wisatawan bebas berdatangan ke Tibet, sekarang tidak lagi. Saat ini, Tibet sudah sulit dimasuki wisatawan. Hanya ada dua tempat di sana yang masih bisa didatangi, yaitu Potala Palace dan Ganden Monastery. Itu pun, kemungkinan besar, akan ditutup tak lama lagi, hingga Tibet akan kembali hening seperti semula.

Setiap kali keindahan terpapar orang banyak, ia pudar. Setiap kali keagungan disentuh orang banyak, ia hilang.

Kenyataan serupa terjadi di Pulau Galapagos. Di Ekuador, Galapagos semula adalah tempat yang sunyi. Tidak ada orang di sana, dan tidak ada orang ke sana. Karena tak tersentuh manusia, Galapagos menjadi tempat yang sangat indah. Di sana tumbuh habitat yang sunyi, dengan pohon-pohon dan hewan-hewan yang menjalani hidup dalam sunyi. Di tengah kegersangan Ekuador, Galapagos adalah surga tersembunyi.

Lalu tempat yang indah dan sunyi itu mulai dikenali manusia, dan bahaya mulai mengancam. Sejak Galapagos dikenali keindahannya, beribu-ribu orang berdatangan ke sana, setiap tahun, dari waktu ke waktu. Ada seratus ribu turis per tahun yang datang ke Galapagos, dan Ekuador mendapat banyak pemasukan dari turisme. Lalu apa yang terjadi? Bencana!

Saat kapal-kapal wisatawan merapat ke Galapagos, tikus-tikus naik dari kapal dan mendarat ke pulau. Para wisatawan yang terus berdatangan mengusik keindahan alami yang semula ada di sana. Dan ketika mereka pulang, tikus-tikus yang telah mendarat tidak ikut pulang. Mereka tinggal di Galapagos, dan menjadi hama. Selama bertahun-tahun, kenyataan itu tak diketahui. Bencana mengerikan itu baru diketahui setelah Galapagos mengalami kerusakan parah.

Tikus-tikus di Galapagos terus hidup dan berkembang biak. Lalu mereka memangsa apa pun yang dapat dimakan, digerogoti, dirusak, dan dihancurkan. Galapagos yang semula seindah surga berubah menjadi kawasan menyedihkan. Tempat yang semula sunyi berubah bising oleh cicit ribuan tikus yang bernyanyi. Pemerintah Ekuador menyadari kenyataan itu... tapi segalanya telah terlambat.

Setiap kali keindahan terpapar orang banyak, ia pudar. Setiap kali keagungan disentuh orang banyak, ia hilang.

Dari Ekuador, sekarang kita terbang ke India. Di India, ada bangunan menakjubkan bernama Taj Mahal, yang merupakan komplek pemakaman Mumtaz Mahal, istri terkasih Syah Jahan, Sang Kaisar Mughal. Taj Mahal adalah salah satu bangunan terindah di bawah langit, yang telah dibangun tiga ratus tahun yang lalu. Seharusnya, bangunan indah itu akan berdiri indah selamanya... kalau saja tak tersentuh manusia.

Tapi manusia memang senang mengusik apa pun yang indah. Setiap tahun, ada tiga juta orang dari berbagai belahan dunia berdatangan ke sana, menyentuh keindahan Taj Mahal, mengusik keagungannya. Sekilas, kedatangan banyak orang ke sana tidak menimbulkan masalah, bahkan pemerintah India bisa menangguk banyak devisa. Tetapi, sesuatu yang sangat berbahaya terus terjadi di sana.

Karena Taj Mahal terus menerus didatangi manusia dalam jumlah luar biasa, tanah di sekitar Taj Mahal mulai runtuh perlahan-lahan... dari dasar. Orang-orang tidak menyadari kenyataan itu, bahkan pemerintah India pun tidak! Tetapi, tanpa dilihat siapa pun, struktur bangunan Taj Mahal yang luar biasa megah itu perlahan-lahan retak dan terkikis... dari dalam. Jika masalah itu tidak segera diatasi, Taj Mahal benar-benar akan runtuh tak lama lagi.

Kenyataan mengerikan itu pun akhirnya disadari bersama, antara pemerintah India, UNESCO yang punya kepentingan merawat warisan dunia, serta kelompok-kelompok pemelihara. Kini, mereka sedang memikirkan cara terbaik untuk merestorasi Taj Mahal, sekaligus menjauhkan manusia dari bangunan indah itu. Karena, jika Taj Mahal tidak segera dijauhkan dari manusia, ia benar-benar akan runtuh, hancur, dan lenyap.

Setiap kali keindahan terpapar orang banyak, ia pudar. Setiap kali keagungan disentuh orang banyak, ia hilang.

Nasib sama juga dialami oleh Machu Picchu dan Choquequirao di Peru.

Machu Picchu adalah situs Suku Inca, yang terletak 2.430 meter (7.970 kaki) di atas permukaan laut. Kota itu berdiri di punggung bukit, di atas Lembah Urubamba di Peru, 80 kilometer (50 mil) barat laut Cuzco, tempat air Sungai Urubamba mengalir. Kebanyakan arkeolog meyakini, Machu Picchu dibangun sebagai kawasan bagi kaisar Inca, Pachacuti (1438-1472).

Di tempat itu, Suku Inca juga memulai perkebunan, sekitar tahun 1400, tapi kemudian ditinggalkan ketika Spanyol melakukan penaklukan di sana. Sejak itu, Machu Picchu ditinggalkan, sampai kemudian ditemukan kembali dan menarik perhatian internasional pada tahun 1911. Sejak itu, Machu Picchu menjadi daya tarik wisata, sekaligus situs budaya yang penting.

Sementara Choquequirao adalah “saudara” Machu Picchu yang juga merupakan situs kota dengan arsitektur serupa. Machu Picchu dan Choquequirao adalah dua reruntuhan kota yang terkenal dengan arsitektur mengagumkan, serta pemandangan dan geografis yang luar biasa. Yang menjadi masalah, dua kota kuno ini juga dikhawatirkan akan musnah, akibat banyak orang berdatangan ke sana.

Sejak ditemukan pada 1911 sampai sekarang, tak terhitung banyaknya orang yang datang ke sana, untuk melihat dan menyentuh Machu Picchu. Tidak hanya ratusan atau ribuan, tapi jutaan. Dan jutaan orang itu mengubah tempat yang semula indah dan sunyi menjadi kawasan yang selalu ramai. Machu Picchu perlahan-lahan pudar... dan terus pudar.

Lama-lama, pemerintah Peru menyadari bahaya yang mengancam Machu Picchu. Akibat banyak orang yang terus berdatangan ke sana, situs yang semula utuh mulai retak, dan hancur perlahan-lahan. Sejak kesadaran itu muncul, pemerintah Peru mulai mengendalikan kedatangan wisatawan. Jika sebelumnya orang bisa bebas masuk ke sana, kini setiap hari dibatasi hanya untuk lima orang. Tetapi, rupanya, upaya itu pun tak mampu menahan kehancuran Machu Picchu. Kian hari, kondisinya makin mengkhawatirkan.

Sementara itu, untuk Choquequirao, pemerintah Peru berusaha menjauhkan para turis dari lokasi tersebut, dengan cara membuat kereta gantung yang dapat digunakan untuk menyaksikan kota kuno itu tanpa harus menyentuhnya. Tapi akibatnya tak terbayangkan. Turis yang semula hanya beberapa orang, berubah menjadi ribuan yang berdatangan ke sana, dan lagi-lagi hal itu menyebabkan ancaman bagi Choquequirao.

Banyak pihak memprediksi, jika masuknya turis ke dua lokasi itu tidak segera dihentikan, maka Machu Picchu dan Choquequirao akan segera musnah.

Setiap kali keindahan terpapar orang banyak, ia pudar. Setiap kali keagungan disentuh orang banyak, ia hilang.

Antartika di Kutub Selatan mengalami nasib serupa. Antartika bukan hanya daratan es, tetapi juga tempat kehidupan liar yang tak bisa ditemukan di tempat lain, serta pegunungan es beku yang menakjubkan. Karenanya, banyak turis yang datang ke sana untuk melihat langsung keajaiban Antartika. Sayangnya, kedatangan banyak orang ke sana menjadikan kondisi Antartika makin mengkhawatirkan.

Sudah cukap lama, Antartika diketahui terus mencair, gunung es di sana perlahan-lahan meleleh. NASA telah mengonfirmasi hal itu, dan kedatangan banyak orang ke sana menjadikan Antartika hancur lebih cepat. Karena itu pula, upaya untuk memperlambat hancurnya Antartika telah mulai dilakukan, salah satunya dengan mengurangi jumlah wisatawan.

Saat ini, kapal-kapal yang membawa penumpang lebih dari 500 orang tidak diperbolehkan memasuki kawasan Antartika. Dari waktu ke waktu, jumlah wisatawan yang diizinkan masuk ke sana juga terus dibatasi. Upaya itu untuk menjaga kelestarian Antartika, beserta gletser, kehidupan liar, pegunungan es, hingga keindahan sunyi yang semula ada di sana.

Setiap kali keindahan terpapar orang banyak, ia pudar. Setiap kali keagungan disentuh orang banyak, ia hilang.

Mungkin, keindahan memang hidup dalam sunyi, dan keagungan hanya hidup dalam hening. Dan langkah terbaik yang bisa kita lakukan bukanlah mengusik kesunyian dan keheningan mereka... melainkan membiarkan mereka tetap hening dan sunyi.

 
;